Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaysia Larang Impor Babi dari RI, Ini Kata Mentan

Kompas.com - 25/12/2019, 14:10 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Malaysia melarang impor babi asal Indonesia untuk masuk ke negaranya. Indonesia menjadi negara ke-11 yang produk babinya dilarang beredar di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan pelarangan impor tersebut merupakan risiko yang harus dihadapi Indonesia.

Pasalnya, beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi produsen utama daging babi telah terjangkit wabah demam babi Afrika atau African Swine Fever (ASF).

Ini dilakukan sebagai langkah antisipasi penyebaran wabah yang lebih luas, dia pun telah memerintahkan pemerintah daerah untuk mengisolasi daerah terjangkit.

Baca juga: Wabah Demam Babi, Ini Imbauan Kementan

"Itulah salah satu risiko kalau kita terjangkit maka saya tetapkan daerah khusus aja yang terjangkit itu yg harus dijawab. Maka katakanlah pengalaman kita tentang flu burung, begitu kita bilang terjangkit dia tidak masuk lagi," ujar ditemui usai mengunjungi kediaman Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Rabu (25/12/2019).

Syahrul pun mengatakan wabah tersebut hanya menjangkiti beberapa kabupaten di kawasan Sumatera Utara, yaitu di 16 kabupaten/kota di Sumatera Utara.

Kabupaten/kota tertular yakni Dairi, Humbang Hasundutan, Deli Serdang, Karo, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Samosir, Simalungun, Pakpak Bharat, Langkat, Tebing Tinggi, Pematang Siantar, dan Medan.

Syahrul pun mengatakan, untuk babi yang sudah positif terjangkit harus dimusnahkan.

Baca juga: Mentan Khawatir Wabah Flu Babi di Sumut Ganggu Ekspor RI

"Katakanlah virus babi yang kita takutkan itu, kami sudah lakukan pengendalian secara maksinal dilakukan oleh para Gubernur, para Bupati dan jajaran pengaman yang ada. Tentu saja pengamanan sesuai prosedur memang kita harus musnahkan di sana dan itu dalam proses," ujar dia.

Hingga 11 Desember, jumlah babi mati di Sumatera Utara (Sumut) sudah mencapai 27.070 ekor di 16 kabupaten.

Matinya puluhan ribu babi itu terjadi sangat cepat. Dalam satu hari, angka kematian yang terlapor rata-rata 1.000 hingga 2.000 ekor per hari.

Balai Veteriner Medan menyatakan babi yang mati selain terjangkit hog cholera, juga terindikasi virus demam babi afrika atau African Swine Fever (ASF).

Pemerintah Malaysia melarang peredaran babi dan produk turunannya sejak 13 Desember 2019 lalu.

Baca juga: Ditanya Peluang Ekpor Babi ke China, Apa Jawaban Mentan?

Dilansir dari The Phnom Penh Post, larangan ini menyusul flu babi Afrika yang tengah mewabah.

Deputi Kementerian Agrikultur dan Industri Agro Sim Tze Tzin menyatakan turis juga dilarang membawa masuk produk berbahan babi ke Malaysia.

Petugas keamanan akan memeriksa bawaan peumpang dengan ketat. Apalagi ini puncak musim liburan dan banyak turis masuk.

"Industri babi lokal nilainya 5 miliar ringgit Malaysia (Rp 16,8 miliar) dan 93 persen memenuhi kebutuhan. Pelarangan ini tidak akan memengaruhi penjualan babi di Malaysia," kata Sim.

Menurut Sim, hanya tujuh persen babi yang diimpor. Masyarakat tak perlu khawatir harga babi akan naik karena larangan ini.

Baca juga: China Bakal Kecualikan Kedelai dan Daging Babi AS dari Tarif Impor

Sejak November tahun lalu, Malaysia sebenarnya sudah menghentikan impor produk berbahan babi, termasuk daging babi yang dibekukan.

Produk yang dilarang berasal dari 10 negara yang terkena wabah flu babi Afrika. Kesepuluh negara itu yakni Kamboja, China, Mongolia, Vietnam, Korea Selatan, Laos, Myanmar, Filipina dan Timor Leste.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com