JAKARTA, KOMPAS.com - Ratusan pengemudi ojek online atau ojol di wilayah Solo Raya menggeruduk kantor Maxim Perwakilan Surakarta pada Senin (16/12/2019) lalu. Mereka menuntut penyamaan tarif minimal pelayanan kepada pelanggan.
Para pengemudi tersebut protes karena Maxim menerapkan tarif yang terlalu rendah yakni Rp 2.000 hingga Rp 3.000 untuk 4 kilometer pertama.
Ojol kedua aplikator besar ini menilai tarif yang diberlakukan Maxim di Solo, juga kota lainnya di Indonesia, melanggar batasan tarif yang sudah ditetapkan Kementerian Perhubungan.
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 348 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei 2019, tarif minimal Rp 7.000 hingga Rp 10.000.
Sementara Maxim, disebut-sebut memberlakukan tarif minimum sebesar Rp 3.000 per kilometernya.
Meski berstatus pendatang baru, Maxim bukan aplikator ecek-ecek. Perusahaan startup ini merupakan penyedia layanan transportasi online terbesar ketiga di negara asalnya, Rusia.
Baca juga: Membandingkan Tarif Maxim Vs Gojek & Grab di Solo, Siapa Termurah?
Maxim baru menjamah pasar Indonesia di tahun 2018 dengan membuka kantor di Jakarta di bawah bendera PT Teknologi Perdana Indonesia.
Layanan transportasi online miliknya kemudian dengan cepat merambah ke kota-kota di Indonesia antara lain Yogyakarta, Pekanbaru, dan Solo.
Menyusul kota besar lainnya seperti Balikpapan, Bandar Lampung, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Jambi, Singkawang, Samarinda, Bengkulu, Padang, Banda Aceh, dan Palembang.
Sama halnya dengan Gojek maupun Grab yang mendatangkan pertentangan di awal kemunculannya. Bedanya Maxim tidak bergesekan dengan ojek pangkalan (opang) atau ojek konvensional lainnya. Melainkan berseteru dengan sesama driver ojol berjaket Grab dan Gojek.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan