Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan KSPI untuk Pengusaha: Jangan Jadi Drakula Bisnis

Kompas.com - 28/12/2019, 15:54 WIB
Ade Miranti Karunia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengecap segelintir pengusaha yang selalu memanfaatkan para pekerja untuk keuntungannya pribadi.

Ditambah lagi, adanya kepentingan para pengusaha mengatur upah yang juga dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law.

KSPI pun keberatan adanya wacana pemerintah menerapkan upah dibayar per jam. Hal ini sangat merugikan kaum buruh, termasuk buruh wanita.

Menurut Iqbal, ini sangat bertentangan pada aturan UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.

Baca juga: Serikat Buruh Sebut Omnibus Law Cita Rasa Pengusaha

"Pesan kami kepada pengusaha jangan jadi drakula bisnis. Seperti drakula dihisap, Karena mau ambil semua. Di Omnibus Law itu kesejahteraan yang diambil. Hitung-hitungan jam itu berbahaya sekali. Masa depan kita dihisap. Jadi drakula bisnis saya sebut," kata Said di Jakarta, Sabtu (28/12/2019).

Apalagi omnibus law tersebut pemerintah terus melibatkan pengusaha tanpa berkoordinasi dengan serikat pekerja.

Iqbal menyebut, KSPI pun geram lantaran suara pekerja enggan didengarkan oleh pemerintah. Pun pemerintah terus berdalih jika serikat pekerja selalu dilibatkan dalam pembahasan apapun.

"Kalau ditanya Menko Perekonomian dan Menteri Ketenagakerjaan, mereka mengatakan buruh dilibatkan. Padahal cuman dipanggil doang, tidak diajak diskusi," ujarnya.

"Pada 2 Oktober 2019, ketika kami ketemu Presiden dia jelas bilang melibatkan stakeholder yaitu pemerintah, pengusaha dan serikat buruh. Tapi serikat buruh tidak dilibatkan. Ini ada apa? Setiap perubahan undang-undang yang hajat hidup orang banyak pasti ada stakeholder. Tapi ini dialog dan diskusi serikat buruh saja tidak ada," keluhnya.

Baca juga: Serikat Buruh Tolak Sistem Upah Per Jam, Ini Alasannya

KSPI tidak menentang adanya omnibus law. Namun, Said menentang satu klaster yang mengatur ketenagakerjaan agar dihapus dalam RUU Omnibus Law yang akan diserahkan oleh Presiden Joko Widodo pada Januari 2020 mendatang.

"Sorotan kami penolakan ini adalah kita meminta DPR nanti pertengahan Januari 2020, kami meminta DPR hapus klaster itu karena pasal-pasalnya merugikan," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com