JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita optmistis skema pembayaran upah per jam akan mendorong peningkatan investasi yang sekaligus membawa dampak terhadap penciptaan lapangan kerja.
Rencana sistem upah kerja per jam ini bakal dimasukkan dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang diharapkan bisa memperkuat perekonomian nasional dan daya saing Indonesia.
“Skema upah per jam dalam Omnibus Law itu akan menggenjot investasi dan menumbuhkan lapangan kerja baru,” katanya dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (30/12/2019).
Baca juga: Ini Tujuan Jokowi Buat Skema Upah Per Jam
Menurut dia, sistem upah yang dihitung per jam bukanlah hal yang baru dalam dunia tenaga kerja. Sebab, sejumlah negara sudah menggunakan skema tersebut. Dilansir dari situs World Population Review, ada sepuluh negara memberikan upah per jam dengan nilai besar.
Kesepuluh negara itu, yakni Luksemburg, Australia, Prancis, Selandia Baru, Jerman, Belanda, Belgia, Inggris, Irlandia, dan Kanada.
Agus menegaskan, untuk sektor industri, akan tetap mengikuti pola gaji minimum bulanan. Namun sektor penunjang industri, seperti sektor jasa dan perdagangan dapat memanfaatkan penerapan upah per jam.
“Jadi, penerapan gaji per jam ini untuk pekerja jasa dan pekerja paruh waktu. Misalnya konsultan. Skema pengupahan per jam sebenarnya sudah lumrah dilakukan di negara-negara maju,” ujarnya.
Baca juga: Ini 10 Negara yang Beri Upah Per Jam Tertinggi di Dunia