Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2020, Impor via E-commerce Mulai Rp 42.000 Dipajaki, Ini Hitungannya

Kompas.com - 31/12/2019, 13:17 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 2020 mendatang, peraturan baru mengenai ambang batas pembebasan (de minimis) bea impor via e-commerce bakal diturunkan jadi 3 dollar AS atau setara Rp 42.000 (kurs Rp 14.000) dari yang sebelumnya 75 dollar AS.

Sedangkan untuk pungutan Pajak Dalam Rangka Impor diberlakukan normal atau tidak ada ambang batas.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi menjelaskan, dengan diturunkan nilai de minimis, maka pemerintah pun melakukan rasionalisasi besaran tarif.

Saat ini, tarif yang berlaku sebesar 17,5 persen yang terdiri atas bea masuk 7,5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0 persen.

Baca juga: 5 Fakta soal Belanja Barang Impor Via E-Commerce Kena Pajak

Sebelumnya, besaran tarif untuk produk impor di atas 75 dollar AS sebesar 27,5 persen hingga 37,5 persen. Tarif tersebut terdiri atas bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Penghasilan (PPN) sebesar 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10 persen untuk yang ber NPWP dan 20 persen yang tak memiliki NPWP.

"Ini menjawab tuntutan masyarakat usaha dan masyarakat umum," ujar Heru ketika memberikan keterangan kepada awak media di Jakarta, Senin (23/12/2019).

Dikutip dari akun twitter resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan @beacukaiRI, dicontohkan metode perhitungan untuk besaran tarif impor baru.

Misalnya saja, harga barang tersebut 14,9 dollar AS ditambah ongkos kirim dan asuransi masing-masing 3 dollar AS dan 1 dollar AS, maka secara keseluruhan harga barang tersebur 18,9 dollar AS.

Baca juga: Gara-gara Bea Masuk Barang E-commerce, Sri Mulyani Dapat Petisi

Dengan nilai tukar yang diasumsikan Rp 15.000 per dollar AS, maka keseluruhan harga barang yang diimpor Rp 283.500. Dengan demikian, bea masuk yang berlaku adalah 7,5 persen dari harga keseluruhan yaitu Rp 21.262,5 dibulatkan menjadi Rp 22.000.

Untuk PPN sebesar 10 persen dari harga barang ditambah bea masuk (Rp 305.500) yang sebesar Rp 30.550 atau dibulatkan menjadi Rp 31.000.

Dengan demikian, maka harga barang yang didapatkan menjadi Rp 336.500.

Adapun penurunan ambang batas dengan maksud untuk melindungi industri UMKM dalam negeri justru menimbulkan pertentangan di dunia usaha sendiri.

Pasalnya, banyak UMKM yang juga membutuhkan bahan baku yang tak tersedia di dalam negeri.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mendapatkan petisi penolakan melalui laman Change.org akibat pemberlakuan ambang batas baru tersebut.

Baca juga: Beli Barang Impor Via E-Commerce Mulai Rp 42.000 Kena Pajak, Bagaimana di Negara Lain?

Heru mengatakan, berkas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) untuk aturan baru tersebut saat ini tengah diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM. Secepatnya di Januari 2020, aturan baru tersebut akan resmi diundangkan.

Selain itu, untuk produk tekstil, tas, dan sepatu diterapkan tarif yang berbeda. Untuk tas, sepatu dan produk tekstil seperti baju, besaran tarif ketiga produk tersebut tetap mengikuti tarif normal.

Bea masuknya berkisar 15-20 persen untuk tas, 25 persen-30 persen untuk sepatu dan 15 persen hingga 20 persen untuk produk tekstil. Belum ditambah PPN sebesar 10 persen dan PPh 7,5 persen hingga 10 persen.

"Ini untuk melindungi produk-produk lokal dari Cibaduyut, Cihampelas, dan sebagainya," ujar Heru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Libur Lebaran, Injourney Proyeksi Jumlah Penumpang Pesawat Capai 7,9 Juta Orang

Whats New
Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Program Peremajaan Sawit Rakyat Tidak Pernah Capai Target

Whats New
Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Cara Cetak Kartu NPWP Hilang atau Rusak Antiribet

Whats New
Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Produsen Cetakan Sarung Tangan Genjot Produksi Tahun Ini

Rilis
IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

IHSG Melemah Tinggalkan Level 7.300, Rupiah Naik Tipis

Whats New
Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Sempat Ditutup Sementara, Bandara Minangkabau Sudah Kembali Beroperasi

Whats New
Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Sudah Salurkan Rp 75 Triliun, BI: Orang Siap-siap Mudik, Sudah Bawa Uang Baru

Whats New
Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Harga Naik Selama Ramadhan 2024, Begini Cara Ritel Mendapat Keuntungan

Whats New
Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Mentan Amran Serahkan Rp 54 Triliun untuk Pupuk Bersubsidi, Jadi Catatan Sejarah bagi Indonesia

Whats New
Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Kasus Korupsi PT Timah: Lahan Dikuasai BUMN, tapi Ditambang Swasta Secara Ilegal

Whats New
4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

4 Tips Mengelola THR agar Tak Numpang Lewat

Spend Smart
Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis, Stafsus Erick Thohir: Kasus yang Sudah Sangat Lama...

Whats New
Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Menkeu: Per 15 Maret, Kinerja Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 56,5 Triliun

Whats New
Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Siap-siap, IFSH Tebar Dividen Tunai Rp 63,378 Miliar

Whats New
Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Harga Tiket Kereta Bandara dari Manggarai dan BNI City 2024

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com