Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Lagi Naturalisasi, Cara Anies Baswedan Atasi Banjir Jakarta

Kompas.com - 01/01/2020, 17:32 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan yang mengguyur Jakarta jelang malam pergantian tahun hingga pagi ini, Rabu (1/1/2019) membuat sejumlah wilayah di Jakarta terendam banjir.

Tak pelak, genangan air yang sampai setinggi lutut orang dewasa di beberapa wilayah ini membuat ibu kota lumpuh. Banyak jalanan tak bisa dilewati kendaraan.

Kejadian banjir di Jakarta hari ini mengingatkan pada upaya-upaya yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk mengatasi banjir. Di Jakarta sendiri, banjir sudah jadi masalah turun-temurun, bahkan sejak kota ini masih bernama Batavia.

Setiap gubernur DKI Jakarta dari masa ke masa, memiliki cara berbeda mengatasi banjir. Mengingat Jakarta yang taki hanya sebagai pusat pemerintahan, namun juga pusat bisnis.

Melansir pemberitaan Harian Kompas, 6 Mei 2019, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan punya program andalan naturalisasi sebagai solusi banjir ibu kota.

Dalam program naturalisasi, Anies berjanji tidak ada penggusuran dalam merevitalisasi sungai.

Ia mengedepankan konsep naturalisasi, seperti tertuang dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Pembangunan dan Revitalisasi Prasarana Sumber Daya Air secara Terpadu dengan Konsep Naturalisasi.

Baca juga: Jeritan Pedagang Mal Jakarta: Mau Banjir Diskon, Malah Banjir Sungguhan

Di dalam Pergub, naturalisasi didefinisikan sebagai cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi.

Salah satu penerapan naturalisasi di sungai adalah menggunakan bronjong batu kali untuk turap sungai. Penggunaan bronjong mengharuskan tebing sungai harus landai. Ini berbeda dengan konsep turap beton dalam normalisasi.

Karena tebing mesti landai, Pemprov DKI harus menyediakan lahan selebar minimal 12,5 meter masing-masing di kiri dan kanan sungai untuk membuat tebing.

Dengan demikian, lebar lahan yang mesti tersedia, termasuk untuk daerah sempadan, 80-90 meter.

Selain itu, naturalisasi juga banyak dipraktikkan dengan menanami bantaran kali yang sudah bersih dan lebar dengan berbagai tanaman.

Normalisasi terhenti

Sejak 2018, pelebaran sungai yang sebelumnya dilakukan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane di Sungai Ciliwung terhenti. Hal ini karena lahan yang dibebaskan untuk melanjutkan pelebaran sungai itu belum memadai.

Baca juga: Tahun Baru, Banjir Masuk Tol, Jakarta Lumpuh

Di Kali Krukut, pembebasan lahan juga terhenti. Sebelumnya, warga di bantaran Krukut sudah didata untuk pembebasan lahan. Namun, sejak 2018 tak ada kelanjutan program ini.

Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2018 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau menetapkan bahwa garis sempadan sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan berjarak 10 meter dari tepi kiri-kanan palung sungai dengan kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter, 15 meter, 20 meter, dan 30 meter.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com