Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masa Tugas Satgas 115 Berakhir, Bagaimana Pencapaian Tim Pemburu Pencuri Ikan Bentukan Susi Ini?

Kompas.com - 03/01/2020, 13:13 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Masa tugas tim pemburu penangkapan ikan ilegal di perairan RI atau yang biasa dikenal dengan Satuan Tugas (Satgas) 115 telah berakhir pada 31 Desember 2019.

Hal itu merujuk pada Surat Keputusan (SK) Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) RI dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 115 Tahun 2015.

Hingga berakhir masa tugas, masih belum ada kepastian dari Kementerian Kelautan dan Perikanan soal pepanjangan tugas Satgas 115.

Padahal, keputusan tentang eksistensi Satgas 115 merupakan kewenangan presiden dan perpanjangan penugasan personel berada di tangan Komandan Satgas 115 yang dijabat Menteri Kelautan dan Perikanan.

Baca juga: Jaya di Era Susi, Nasib Satgas 115 Pemburu Maling Ikan Kini di Tangan Jokowi

Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa mengatakan, kemungkinan akan ada 3 opsi terkait keberlanjutan Satgas, entah dilebur ke kementerian dan lembaga (K/L) terkait, diperpanjang, atau justru dibubarkan karena tidak lagi dibutuhkan di pemerintahan.

Menteri KKP Edhy Prabowo sebetulnya bukan diam saja melihat masa tugas Satgas 115 berakhir. Belum lama ini, dia mengungkapkan Satgas 115 masih tetap ada.

"Satgas belum selesai, satgas itu kan dibentuk presiden, dan satgas ya tetap ada. Makanya kita tetap melakukan (pantauan illegal fishing)," kata Edhy beberapa waktu lalu.

Lebih jauh, Sejauh mana pencapaian Satgas 115 di masa pemerintahan Susi hingga tugasnya berakhir pada 31 Desember 2019 lalu?

Satgas 115 yang terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI AL, Kejaksaan Agung, Polri, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) telah menorehkan banyak pencapaian selama 2015-2019.

Berdasarkan data KKP, Satgas 115 telah berhasil menenggelamkan 516 kapal per September 2019 dan menahan master engineeringnya meski belum bisa menahan beneficial owner alias pihak besar yang mendapat keuntungan.

Tak hanya itu, Satgas telah melakukan terobosan dalam mengawal kejayaan laut RI dari serangan mafia. Satgas berhasil membongkar kasus perbudakan manusia dengan korban 1.020 orang di Benjina (Maluku).

Begitu pun memeriksa analisis dan evaluasi kepatuhan 1.132 kapal eks asing.

Baca juga: Luhut Sebut Satgas 115 yang Dipimpin Menteri Susi Perlu Dievaluasi

Dikuasai nelayan asing

Sementara itu, berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada 7 September 2017, sebelum ada Satgas 115 laut Indonesia dikuasai nelayan asing. Sekitar 10.000 kapal asing berukuran raksasa mengeruk kekayaan RI.

Di kawasan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timur misalnya, terjadi eksploitasi berlebihan terhadap ikan tuna, cakalang, tongkol, kembung, cumi-cumi, udang, lobster, kepiting, dan rajungan.

Kondisi serupa juga terjadi di laut Jawa, sehingga ikan tuna, lobster, dan cumi-cumi makin langka ditemui di perairan tersebut.

Hingga akhirnya Menteri Kelautan dan Perikanan yang dijabat oleh Susi Pudjiastuti pada saat itu membentuk Satgas 115 bersama sejumlah kebijakan lain.

Baca juga: Presiden: Satgas 115 Sangat Kompak

Capaian KKP

Terbukti, ekspor ikan di negara lain merosot dan ekspor ikan RI melambung. Banyak nelayan yang mengaku tak lagi sulit mencari ikan hingga ke tengah laut.

Pada triwulan II 2019, KKP mencatatkan kenaikan PDB perikanan mencapai Rp 62,24 triliun dibanding triwulan II 2018 sebesar Rp 58,58 triliun.

"PDB kita ini di triwulan II 2019 naiknya sebesar 6,25 persen atau 29,39 persen lebih tinggi daripada laju pertumbuhan PDB triwulan II 2018 yang besarnya 4,83 persen," sebut susi pada waktu itu.

Pencapaian itu memberikan kontribusi PDB perikanan Triwulan atas dasar harga berlaku tahun 2014-2018 terhadap PDB nasional dengan rata-rata sebesar 2,60 persen. Persentase ini meningkat dari rata-rata tahun 2014 sebesar 2,32 persen.

Berkat kebijakan memberantas ilegal fishing bersama Satgas 115, produksi ikan tuna, tongkol, dan cakalang juga mengalami peningkatan.

Menurut data Fishstat 2019, Indonesia masuk menjadi produsen nomor 1 tuna dunia, dari 1.178.173 ton tahun 2012 menjadi 1.342.601 ton tahun 2017. Sementara di posisi kedua ditempati oleh Vietnam dengan total 485.875 ton tahun 2017.

Baca juga: Diakui AS, Indonesia Kuasai Pasar Ikan Tuna Dunia

Adapun pertumbuhan produksi ikan nasional yang meningkat didorong oleh produksi ikan di beberapa wilayah mengalami peningkatan, termasuk wilayah Sulawesi Utara.

Dalam data yang dikemukakan KKP, rerata pertumbuhan produksi 2014-2017 di Minahasa Tenggara adalah yang tertinggi, yakni sebesar 82,91 persen.

Setali tiga uang, ekspor juga mengalami peningkatan yang signifikan. Volume ekspor hasil perikanan tahun 2017-2018 naik 4,45 persen dan nilai ekspor naik 7,44 persen.

Ekspor di Provinsi Sulawesi Utara pasca moratorium kapal eks asing juga terus bangkit. Hal ini menunjukkan kinerja industri perikanan lokal di Provinsi Sulawesi Utara bisa bangkit tanpa kekuatan kapal eks-asing.

Baca juga: Tuna hingga Lobster Indonesia Mulai Kuasai Pasar Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com