Hebatnya lagi, sudah kalah di tingkat kasasi Mahkamah Agung, tetap saja Dirut BUMN tersebut tidak menjalankan putusan lembaga hukum tertinggi kita yang sudah final dan mengikat. Hebaaaat kan?
Soal perilaku pada pengurus BUMN kita, jangan lagi kita berdebat. Seorang pejabat BUMN ke daerah, misalnya, maka para pegawai yang ada dalam wilayah kerja BUMN tersebut, wajib datang berbondong-bondong menjemput sang pejabat. Mobil-mobil berderet bagai semut.
Dan tahukah Anda siapa yang membayar sebagian mobil-mobil sewaan tersebut? Pihak swasta yang menjadi mitra kerja BUMN itu. Hebaaaaat kan?
Dua tahun lalu di bulan puasa, saya satu pesawat dengan salah seorang direksi bank pelat merah. Isterinya memakai kerudung Louis Vuitton yang mencolok, bajunya adalah Chanel, tasnya adalah Kelly Hermes, bersepatu kets Chanel lalu pakai gelang emas di betisnya.
Tuan direksi datang ke Makassar untuk menghadiri acara buka puasa bersama jajaran karyawan bank BUMN tersebut dan mitra-mitra kerjanya.
Datang ke daerah di bulan suci untuk memamerkan keperkasaan asesori. Di airport berjibun orang menjemputnya. Saat itu saya pikir Presiden Jokowi yang akan dijemput. Lalu lintas macet lantaran sang Pangeran BUMN datang ke daerah. Beginilah ahlak para pengelola BUMN kita.
Baca juga: Mengenal PT Iglas, BUMN yang Disebut Erick Thohir Sudah Sangat Sekarat
Saya sangat percaya Erick Thohir bisa membenahi itu karena beberapa alasan:
Pertama, Erick tidak punya beban apa pun.Tidak punya utang dan barter politik. Ia jadi menteri karena profesionalitas semata. Badannya enteng. Pikirannya tidak terbebani. Hatinya, karena itu, ihlas.
Hanya orang yang ihlas dan merdeka yang bisa berani. Bukan orang yang memiliki utang.
Kedua, Erick datang dari keluarga pengusaha. Ia paham betul apa artinya efesiensi dan rasionalitas. Ia maklum betapa sulitnya jadi pengusaha dalam berhadapan dengan lilitan birokrasi yang melampaui akal sehat.
Erick Thohir tentu mengalami derita lantaran waktu yang terulur terus menerus tanpa kepastian lantaran perilaku birokrat yang tuna ahlak.
Ketiga, Erick Thohir punya passion di dunia olah raga. Di dunia ini prinsip obyektivitas dan chivalry (kesatria) diterapkan. Anda ingin jadi champion, maka Anda harus bekerja keras siang malam, berkeringat, tahan banting, tidak takut menghadapi lawan di lapangan dan tidak minta bantuan wasit untuk mengalahkan lawan.
Berkebalikan dengan praktik bisnis BUMN kita, sangat terampil menekuk lawan bisnis dengan minta bantuan negara. Mau jadi pemenang tapi tidak mau berkeringat. BUMN kita bukan mental champion, tetapi looser alias pecundang.
Kalau boleh menitip usul ke Pak Menteri Erick Thohir, maka saya hanya ingin mengatakan, mohon para BUMN kita menghargai dan menjalankan kontrak yang telah disepakati dengan para mitranya. The contract must be honored, Sir. Melaksanakan kontrak adalah trust dan tidak ada bisnis yang bisa membawa berkah tanpa adanya trust.
Trust adalah dignity. Sebagian BUMN kita bukan hanya kehilangan coorporate culture, tetapi sudah kehilangan dignity.
Selamat bekerja Pak Menteri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.