JAKARTA, KOMPAS.com - Petani sejak beberapa bulan belakangan ini tengah dalam kondisi pelik. Penyebabnya, harga garam anjlok sejak tahun lalu.
Dikutip dari Harian Kompas, 6 Januari 2020, harga garam di petambak rakyat terjun bebas hingga ke level Rp 150-250 per kilogram (kg) atau hanya 10 persen dari harga tahun lalu di yang berkisar Rp 1.600 per kg.
Nasib petambak garam rakyat bak sudah jatuh tertimpa tangga, penyerapan garam rakyat oleh industri pun belum optimal. Di sisi lain produksi garam lokal sedang tinggi-tingginya.
Naiknya produksi garam lokal berlangsung setelah beberapa sentra tambak garam mulai menerapkan teknologi tepat guna seperti teknologi geomembran, geoisolator, atau ulir filter untuk perbaikan mutu.
Intensifikasi lahan garam melalui integrasi lahan mulai digalakkan di beberapa sentra produksi, seperti di Pulau Jawa, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Jeritan Petani Garam Pantura Saat Harga Terjun Bebas...
Kendati produksi telah dan kualitasnya meningkat, petani garam saat ini menghadapi kondisi yang sulit karena rendahnya harga garam di tingkat petani.
Saat harga garam petani anjlok, impor garam justru meningkat.
Tahun ini, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menetapkan alokasi kuota impor garam untuk kebutuhan industri sebesar 2,9 juta ton. Kuota impor itu meningkat 200.000 ton dibandingkan tahun lalu.
Pada waktu yang sama, hasil panen garam rakyat mengalami peningkatan. Di pengujung tahun 2019, produksi garam tercatat 2,86 juta ton atau meningkat dibandingkan realisasi 2018 yang mencapai 2,72 juta ton.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, impor garam yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebuah keterpaksaan.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan