Kemudian, menindaklanjuti hasil temuan 2016, BPK akhirnya melakukan investigasi pendahuluan yang dimulai pada 2018. Yang menggemparkan, hasil investigasi ini menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi fraud dalam mengelola saving plan dan investasi.
Potensi fraud disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss. Kemudian, pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan.
Baca juga: Jiwasraya Disarankan Jual Aset
"Pihak yang diajak berinvestasi saham oleh manajemen terkait transaksi ini adalah grup yang sama sehingga ada dugaan dana perusahaan dikeluarkan melalui grup tersebut," jelasnya.
Parahnya, selain investasi pada saham gorengan, kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal di atas 2,5 persen. Saham-saham gorengan yang kerap dibelinya, antara lain saham Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk.
Saham-saham gorengan tersebut berindikasi merugikan negara sebesar Rp 4 triliun.
"Jadi pembelian dilakukan dengan negoisasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. Untuk saat ini, indikasi kerugian negara atas saham tersebut sebesar Rp 4 triliun," ungkap Agung.
Tak sampai di situ, Agung menyebut investasi langsung pada saham yang tidak likuid dengan harga tak wajar juga disembunyikan pada beberapa produk reksadana.
Pada posisi per 30 Juni 2018, Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana dengan 20 reksadana di antaranya memiliki porsi di atas 90 persen. Sayang, Agung tak menyebutkan nama 20 reksadana tersebut. Yang jelas, sebagian besar reksadana berkualitas rendah.
"Reksadana tersebut sebagian besar adalah reksadana berkualitas rendah dan tidak likuid. BPK menemukan indikasi kerugian negara sementara akibat penurunan nilai diperkirakan Rp 6,4 triliun," ungkap Agung.
Lebih lanjut, BPK juga mendapat permintaan dari Komisi XI DPR RI dengan surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019 untuk melakukan PDTT lanjutan atas permasalahan itu.
Selain DPR, BPK juga diminta oleh Kejaksaan Agung untuk mengaudit kerugian negara. Permintaan itu dilayangkan melalui surat tanggal 30 Desember 2019.
"Jadi jelas, penanganan kasus Jiwasraya bukan hanya masuk di ranah audit, tapi juga sudah masuk di ranah penegakan hukum," tuturnya.
Kasus masih berlanjut, BPK pun saat ini tengah melakukan dua pekerjaan, yaitu melakukan investigasi untuk memenuhi permintaan DPR dan menindaklanjuti hasil investigasi pendahuluan. Sekaligus menghitung kerugian negara atas permintaan Kejagung.
BPK dan Kejagung berjanji, dalam kurun waktu dua bulan pihaknya akan mengungkap pelaku yang terlibat, institusi yang terlibat, dan angka pasti kerugian negara.
"Ini skala kasus yang sangat besar, memiliki risiko sistemik dan gigantik. Beri kami waktu. Dalam waktu dua bulan kami bisa segera memberi tahu teman-teman siapa pelakunya dan berapa kerugian negaranya," tutup Agung.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.