Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasio Utang Meningkat, Bank Dunia Waspadai Ancaman Krisis Global

Kompas.com - 09/01/2020, 08:08 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

LONDON, KOMPAS.com - Bank Dunia menyoroti risiko krisis utang di tingkat global. Hal tersebut dipicu oleh kekhawatiran akibat menumpuknya jumlah utang global dalam 50 tahun terakhir.

Dikutip dari The Guardian, dalam laporan pertengahan tahunan Global Economic Prospects, organisasi yang berbasis di Washington tersebut menyatakan, terdapat empat gelombang akumulasi utang sejak tahun 1970-an, dan yang terakhir terjadi adalah yang terbesar, tercepat, dan paling luas.

Bank Dunia merupakan lembaga dunia yang memberikan pinjaman dan hibah kepada negara-negara berkembang untuk membantu mengatasi kemiskinan.

Menurut mereka, risiko krisis keuangan di tingkat global masih ada, meski tren suku bunga rendah membuat utang bisa lebih mudah dikelola.

"Rendahnya suku bunga global hanya memberikan perlindungan terhadap situasi genting krisis keuangan," ujar pejabat Bank Dunia, Ayhan Kose.

Baca juga: Fakta APBN 2019: Penerimaan Loyo dan Utang Pemerintah Capai Rp 4.778 Triliun

"Sejarah masa lalu menunjukkan, biasanya gelombang akumulasi utang umumnya berakhir tidak bahagia. Di dalam lingkungan global yang sedang rapuh, peningkatan kebijakan sangat diperlukan untuk meminimalisasi risiko akibat gelombang utang yang sedang terjadi," jelas dia.

Sepanjang tahun 2018, Bank Dunia mencatatkan rasio utang baik di negara berkembang mencapai 170 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Utang tersebut mencapai 55 triliun dollar AS, atau meningkat 54 persen sejak tahun 2010.

China merupakan salah satu negara dengan peningkatan terbesar seiring dengan besaran ekonomi negara tersebut, meski peningkatan terjadi secara meluas, termasuk negara berkembang seperti Brasil.

Utang yang menumpuk sejak tahun 2010 umumnya terjadi di negara-negara berkembang ketimbang di negara maju. Hampir 80 persen tingkat utang di negara ekonomi berkembang lebih tinggi pada 2018 dibanding tahun 2010.

Bank Dunia pun menganalogikan kondisi saat ini bagai navigasi perairan berbahaya karena gelombang utang ini terjadi bertepatan dengan lesunya pertumbuhan ekonomi yang terjadi secara berulang dalam 10 tahunan.

Negara-negara yang dibebani dengan rasio utang tinggi saat ini harus berhadapan dengan pertumbuhan ekonomi yang loyo lantaran masa depan ekonomi global yang masih rapuh.

Di dalam laporan tersebut juga dijelaskan, meningkatnya rasio utang terjadi hampir di semua negara berkembang, berbeda dari kejadian lalu (seperti krisis utang Amerika Latin pada 1980-an), ketika penumpukan terjadi hanya di beberapa wilayah yang spesifik.

Lebih dari sepertiga negara berkembang mengalami peningkatan rasio utang sebesar 20 persen. Peningkatan pun terjadi baik di sektor swasta maupun pemerintah.

Bank Dunia mengatakan, negara-negara di dunia harus berupaya mengurangi kemungkinan krisis dan mengurangi dampak krisis tersebut terjadi dengan membangun kerangka moneter dan fiskal yang tangguh, melembagakan rezim pengawasan dan regulasi yang kuat, serta mengikuti praktik-praktik pengelolaan utang yang transparan.

“Namun, utang yang tinggi membawa risiko signifikan bagi negara-negara berkembang dan berkembang, karena itu membuat mereka lebih rentan terhadap guncangan eksternal. Rollover utang yang ada dapat menjadi semakin sulit selama periode tekanan keuangan, berpotensi menyebabkan krisis," ujar Bank Dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com