Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Punya Implikasi Politik yang Tinggi, Asabri Perlu Di-bail out Pemerintah

Kompas.com - 14/01/2020, 14:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri (Persero) tersorot usai kasus fraud PT Asuransi Jiwasraya (Tbk) ramai diperbincangkan.

Peneliti Senior dan Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah mengatakan, kedua kasus itu punya potensi yang sama. Namun, kasus Asabri dinilai punya implikasi politik yang lebih tinggi.

"Menimbang nilainya yang begitu besar, implikasi politik sudah pasti juga besar," kata Piter Abdullah kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

Bahkan Piter berpendapat, kasus Asabri dan Jiwasraya tidak bisa bila tidak ada bail out (dana talangan) dari pemerintah.

"Apalagi solusi untuk keduanya menurut saya tidak bisa tidak harus ada bail out dari pemerintah," ungkap Piter.

Sependapat dengan Piter, pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, kasus Asabri lebih sensitif ketimbang Jiwasraya. Hal itu terlebih dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD yang mengumumkan kasus Asabri.

"Ya, implikasi politiknya tinggi karena yang mengumumkan saja Menteri Polhukam, bukan Menhan Prabowo. Itu menunjukkan implikasinya tinggi," ungkap Irvan.

Baca juga: Kementerian BUMN: Asabri Masih Mampu Bayar Klaim Nasabah

Tak hanya itu, kasus Asabri yang gagal investasi ini berkaitan langsung dengan TNI/Polri sebagai ketahanan nasional di tengah konflik yang memanas seperti di Perairan Natuna.

Namun, kesejahteraan TNI/Polri justru bermasalah karena asuransi sosialnya mengalami gagal investasi.

"(Jadi) Bukan (hanya) soal kerugiannya, tapi soal anggota TNI Polri yang kesejahteraannya minim dan mereka diperlukan untuk ketahanan nasional," terang Irvan.

Sebelumnya diberitakan, Asabri dan Jiwasraya salah mengelola penempatan dana. Kabarnya, portofolio saham milik Asabri anjlok hingga 90 persen. Kerugiannya pun disebut-sebut mencapai lebih dari Rp 10 triliun.

Ditelusuri, penyebab ambruknya kinerja dua BUMN ini karena pengelolaan penempatan dana investasi. Baik Jiwasraya maupun Asabri, sama-sama tersandung saham berisiko tinggi.

Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen.

Sementara Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.

Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, di mana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com