Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investasi Sahamnya Anjlok, Bagaimana Laporan Keuangan Terakhir Asabri?

Kompas.com - 14/01/2020, 14:02 WIB
Akhdi Martin Pratama,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) tengah dirundung masalah. Portofolio saham milik perusahaan asuransi plat merah itu dikabarkan anjlok.

Tak hanya itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamana Mahfud MD sempat mengatakan ada indikasi korupsi di Asabri dengan total nilai kerugian mencapai Rp 10 triliun.

Melihat kondisi tersebut, Kompas.com mencoba menelisik laporan keuangan milik perusahaan asuransi plat merah tersebut. Rupanya, Asabri terakhir kali mempublikasikan laporan keuangannya pada 2017 lalu.

Baca juga: Kasus Asabri Lebih Sensitif dan Punya Implikasi Politik yang Tinggi

Dalam laporan keuangan di 2017, Asabri tercatat memiliki utang sebesar Rp 43,6 triliun. Utang tersebut membengkak dari 2016 yang berada di posisi Rp 36,34 triliun.

Melonjaknya utang Asabri disebabkan karena penambahan utang investasi hingga 291,22 persen, akumulasi iuran pensiun sebesar 24,96 persen, dan meningkatnya liabilitas pembayaran pensiun sebesar 20,25 persen.

Kemudian, rasio solvabilitas (RBC) Asabri di 2017 hanya 62,35 persen. Padahal, sesuai ketentuan dari Kementerian Keuangan perusahaan asuransi harus memiliki RBS sebesar 120 persen.

RBC sendiri merupakan kemampuan perusahaan membayar klaim dan utang jangka panjang.

Baca juga: IAPI: Kasus Asabri dan Jiwasraya Punya Pola yang Sama

Kendati begitu, dalam laporan keuangan 2017, Asabri masih mencetak laba bersih sebesar Rp 943,81 miliar. Angka itu mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya Rp 116,46 miliar.

Asabri mencatat pendapatan sebesar Rp 4,51 triliun pada 2017 atau turun dibanding 2016 yang mencatat pendapatan Rp 5,06 triliun.

Pendapatan terbesar berasal dari hasil investasi sebesar Rp 3,08 triliun. Adapun pendapatan premi sebesar Rp 1,39 triliun.

Adapun total aset Asabri tahun 2017 sebesar Rp 44,80 triliun, naik dari posisi 2016 sebesar Rp 36,51 triliun.

Baca juga: BUMN Buka Kemungkinan Bawa Kasus Asabri ke Ranah Hukum

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut nilai kerugian kasus Asabri tak kalah besar dengan Jiwasraya, yakni mencapai Rp 10 triliun.

"Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, di atas Rp 10 triliun," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (10/1/2020) lalu.

Mahfud menuturkan, sebelumnya juga pernah terjadi adanya tindak pidana korupsi di tubuh Asabri. Itu terjadi ketika dirinya menjabat Menteri Pertahanan di era Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Saat itu, penemuan tindak pidana korupsi di Asabri langsung berakhir ke proses hukum.

Baca juga: Kementerian BUMN: Ada Investasi Asabri di Saham-saham yang Tidak Bagus

Merespon dugaan korupsi di tubuh Asabri, Mahfud akan memanggil Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri BUMN Erick Thohir.

"Karena itu milik negara dan jumlahnya besar (dugaan korupsi), maka dalam waktu tidak lama saya akan undang Bu Sri Mulyani, sebagai penyedia dana negara dan Bapak Erick Thohir sebagai Menteri BUMN, karena itu masuk BUMN, Asabri itu," ujar Mahfud.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini akan segera membahas masalah tersebut dengan kedua menteri tersebut, termasuk nilai kerugian negara.

"Untuk menanyakan duduk masalahnya," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com