Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

YLKI Soroti 4 Kebijakan Yang Menggerus Kepentingan Publik dan Pelindungan Konsumen Sepanjang 2019

Kompas.com - 14/01/2020, 19:53 WIB
Kiki Safitri,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti 4 kebijakan penting yang menggerus kepentingan publik dan konsumen sepanjang tahun 2019.

Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi usai pesta politik, pemerintah menggagas kebijakan publik yang mengabaikan perlindungan konsumen, di mana janji tak akan menaikkan komoditas publik strategis terlupakan.

Tulus menyebut, beberapa kebijakan yang menggerus kepentingan publik pada tahun 2019 antara lain ;

1. Kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Tulus menyebut kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang terjadi saat ini terlalu ekstrim menunjukkan kemalasan pemerintah dalam mencari solusi.

"Jika pemerintah secara redikal mencari solusi di sisi hulu, kenaikan harga secara ekstrem tak perlu dilakukan teemasuk untuk BPJS Kesehatan sekalipun," ungkap Tulus.

Baca juga: Soal Pembangunan Mangkrak, Kasus Meikarta Terbanyak Dilaporkan ke YLKI

Menurutnya, kenaikann iuran BPJS Kesehatan merupakan kesalahan pemerintah dimana rancangan biaya iuran BPJS tidak sesuai dengan struktur biaya seharusnya.

2. Pencabutan subsidi listrik 900 VA

Kebijakan pemerintah mencabut subsidi listrik golongan 900 VA dan menerapkan tarif otomatis untuk golongan 1.300 VA dinilai menggerus hak konsumen.

"Tarif listrik di Indonesia termahal ketiga di Asean. Kenaikan tarif listrik yak perlu dilakukan jika pemerintah mampu mengendalikan harga enerhi primer khususnya batu bara," ungkap Tulus.

Tulus menilai seharusnya harga domestic market obligation batu bara biaa diturunkan, karena margin keuntungan pe guaaha batu bara masih besar.

3. Pinjaman online yang belum teregulasi

Dalam konteks ekonomi digital, tren perdagangan elektronik atau ecommerce selama lima tahun belakangan cukup dominan.

Namun hal ini tidak diimbangi dengan literasi masyarakat dan regulasi yang jelas dari OJK. Sehingga implementasinya sering menjadi permasalahan tersendiri.

"Sistem bunga dan dendanya menjadikan konsumen sapi perah dan perundungan data pribadi. Kurangnya pengawasan OJK dan berdalih bahwa pinjaman online ilegal bukan tanggung jawabnya," jelas Tulus.

4. Tak ada kenaikan cukai rokok

Sslama dua tahun lalu, tak ada kenaikan cukai rokok. Hal ini dinilai meningkatkan jumlah konsumsi rokok.

YLKI mencatat ada 35 persen dari total populasi yang menkngkatkan produksi rokok hingga 500 miliar batang rokok per tahun.

"Pasahal cukai rokok merupakan pengendali utama konsumi rokok. Nihilnya kenaikan cukai rokok demi pertimbangan politik adalah tragedi bagi kesehatan publik," jelasnya.

Namun, kenaikan cukai rokok sampai dengan 23 persen merupakan kado kecil awal tahun untuk mewujudkan hidup sehat di masyarakat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Emiten Menara TBIG Catat Pendapatan Rp 6,6 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

LKPP: Nilai Transaksi Pemerintah di e-Katalog Capai Rp 196,7 Triliun Sepanjang 2023

Whats New
?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com