Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Asabri: Implikasi Politik Sensitif hingga Butuh Bailout Pemerintah

Kompas.com - 15/01/2020, 05:09 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus salahnya penempatan dana investasi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau PT Asabri (Persero) hingga rugi lebih dari Rp 10 triliun mencuat.

Pengamat asuransi Irvan Rahardjo mengatakan, kasus Asabri bahkan lebih sensitif ketimbang Jiwasraya. Bahkan pengumuman dilakukan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD.

"Ya, implikasi politiknya tinggi karena yang mengumumkan saja Menteri Polhukam bukan Menhan Prabowo. Itu menunjukkan implikasinya tinggi," ungkap Irvan kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

Implikasi politik yang tinggi juga disebabkan oleh Asabri yang berkaitan langsung dengan TNI/Polri sebagai bagian dari ketahanan nasional di tengah konflik yang memanas, seperti di Perairan Natuna.

Baca juga: Investasi Sahamnya Anjlok, Bagaimana Laporan Keuangan Terakhir Asabri?

Namun, kesejahteraan TNI/Polri justru bermasalah karena asuransi sosialnya mengalami gagal investasi.

"(Jadi) Bukan (hanya) soal kerugiannya, tapi soal anggota TNI Polri yang kesejahteraannya minim dan mereka diperlukan untuk ketahanan nasional," terang Irvan.

Butuh Bailout Pemerintah

Sementara menurut Peneliti Senior dan Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah, baik Asabri maupun Jiwasraya membutuhkan bailout (dana talangan) dari pemerintah.

Kedua perusahaan asuransi pelat merah itu dinilai punya kasus yang sama dengan kesalahan yang sama, yakni salah mengelola dana penempatan di saham-saham lapis 3 (small-cap stocks) alias saham berisiko tinggi.

"Solusi untuk keduanya menurut saya tidak bisa tidak harus ada bailout dari pemerintah," ungkap Piter.

Sebelumnya diberitakan, Asabri dan Jiwasraya salah mengelola penempatan dana. Kabarnya, portofolio saham milik Asabri anjlok hingga 90 persen. Kerugiannya pun disebut-sebut mencapai lebih dari Rp 10 triliun.

Ditelusuri, penyebab ambruknya kinerja dua BUMN ini karena pengelolaan penempatan dana investasi. Baik Jiwasraya maupun Asabri, sama-sama tersandung saham berisiko tinggi.

Hingga November 2019, berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Asabri punya portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen.

Sementara Jiwasraya, aset berupa saham pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 6,63 triliun, menyusut drastis menjadi Rp 2,48 triliun pada September 2019.

Yang paling parah, terjadi pada aset yang ditempatkan di reksa dana, dimana pada Desember 2017 tercatat sebesar Rp 19,17 triliun, nilainya anjlok menjadi Rp 6,64 triliun pada September 2019.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com