Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Kementan Awasi Distribusi Pupuk Bersubsidi

Kompas.com - 18/01/2020, 20:40 WIB
Inang Sh ,
Kurniasih Budi

Tim Redaksi

"Umpamanya, luas lahan baku 7 juta hektar, petani tanam sekali setahun, berarti luas pertanamannya 7 juta hektare, jika 2 kali luas pertanamannya menjadi 14 juta hektar, dan menjadi 21 juta hektar jika ditanam 3 kali setahun," jelasnya.

Baca juga: Kementan Prediksi Nilai Konsumsi Pangan Naik di 2020

Untuk itu, turunnya lahan baku sebesar 600 ribu hektar (pada tingkat 1,7) akan masih sangat lebih kecil dibandingkan peningkatan luas pertanaman akibat naiknya indeks pertanaman yang sudah melebihi 2 (IP 200).

"Pertambahan luas tanamnya 0,3 x 7 juta hektar setara 2,1 juta hektare. Yang dengan demikian kebutuhan pupuk pasti meningkat,” kata Sarwo.

Faktanya, ia melanjutkan, jumlah kebutuhan pupuk subsidi yang diajukan petani melalui RDKK selalu jauh lebih tinggi dari alokasi yang disetujui DPR RI merujuk paxa kemampuan keuangan pemerintah.

Lebih lanjut, sesuai hasil validasi terakhir dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPB) serta Kementan menyepakati luas lahan baku sawah seluas 74.463.948 hektar.

Baca juga: Libatkan KPK, Pemerintah Serius Cegah Alih Fungsi Lahan Pertanian

Sementara itu, dalam 5 tahun terakhir, alokasi pupuk bersubsidi pads 2015-2019, sebagai berikut: tahun 2015 alokasi pupuk sebesar 9,5 juta ton dengan anggaran Rp 28,2 miliar.

Pada 2016, alokasi pupuk yang diberikan sebesar 9,5 juta ton dengan anggaran Rp 30 miliar dan pada 2017 alokasinya sebesar 9,5 juta ton dengan anggaran Rp 31,1 miliar.

Sementara pada 2018, alokasi pupuk sebesar 9,5 juta ton dengan anggaran Rp 28,5 miliar dan pada 2019 alokasi pupuk sebesar 8.874.000 ton dengan anggaran Rp 27,3 miliar.

"Kalau melihat dari luas lahan baku sawah untuk dihubungkan ke subsidi, sebenarnya tidak semua dari hal tersebut. Sebab, selain sawah juga sub sektor lainnya ada juga yang menggunakan," ujar Sarwo.

Baca juga: Kementan Dorong Geliat Industri Benih Dalam Negeri

Ia menilai tulisan tentang anomali subsidi pupuk tersebut kurang tepat untuk menganalisa permasalahan.

Selain itu, imbuh dia, pendapat akademisi itu tidak merujuk pada data, fakta, dan bisnis proses subsidi pupuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com