5) Kemudahan Berusaha: 9 UU dengan 23 pasal;
6) Dukungan Riset dan Inovasi: 2 UU dengan 2 pasal;
7) Administrasi Pemerintahan: 2 UU dengan 14 pasal;
8) Pengenaan Sanksi: 49 UU dengan 295 pasal;
9) Pengadaan Lahan: 2 UU dengan 11 pasal
10) Investasi dan Proyek Pemerintah: 2 UU dengan 3 pasal; dan
11) Kawasan Ekonomi: 5 UU dengan 38 pasal.
Baca juga: Buruh Bantah Telah Setujui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Adapun untuk klaster Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi perdebatan, poin-poin dalam omnibus law meliputi:
1. Upah Minimum
Susi menjelaskan, di dalam omnibus law Upah Minimum (UM) dipastikan tidak akan turun serta tidak dapat ditangguhkan, terlepas dari apapun kondisi pengusahanya. Untuk kenaikan UM akan memperhitungkan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah.
“UM yang ditetapkan hanya berlaku bagi pekerja baru dan berpengalaman kerja di bawah satu tahun, sedangkan kalau kompetensi mereka lebih akan bisa diberikan lebih dari UM. Sistem pengupahan mereka didasarkan pada struktur dan skala upah,” katanya.
Adapun untuk industri padat karya, pemerintah dapat memberi insentif berupa perhitungan upah minimun tersendiri dengan alasan untuk mempertahankan kelangsungan usaha dan keberlangsungan bekerja bagi pekerja.
Selain itu untuk skema upah per jam bisa diterapkan untuk bjenus pekerjaan tertentu seperti konsultan, pekerja paruh waktu dan jenis pekerjaan baru di era ekonomi digital. Selain itu, di dalam penjelasan dikatakan untuk memberi hak dan perlindungan bagi jenis pekerjaan tersebut, perlu pengaturan upah berbasis jam kerja, yang tidak menghapus ketentuan upah minimum.
2. Pemutusan Hubungan Kerja
Susi pun menjelaskan, pemerintah menyiapkan program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Menurut Susi, Pegawai yang terkena PHK akan mendapatkan manfaat dari pemerintah.