Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Omnibus Law Koperasi, Pendirian Cukup Tiga Orang

Kompas.com - 20/01/2020, 12:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Lalu bila di luar negeri bisa dua, mengapa kita tiga orang? Angka ganjil ini lebih mudah ketika mengambil keputusan. Di koperasi, besar-kecilnya modal tak mempengaruhi keputusan. Bila musyawarah mufakat tak tercapai, voting masih bisa dilakukan: dua banding satu.

Dalam tata kelola, tiga orang pun sudah cukup untuk menjalankan perusahaan. Satu orang berperan sebagai Direktur Utama; Orang kedua sebagai Direktur Keuangan; Dan orang ketiga sebagai Direktur Operasional. Tiga fungsi itu sudah mencukupi untuk menjalankan sebuah bisnis.

Praktik kontemporer pada perusahaan startup mengonfirmasi cukupnya tiga peran utama. Pertama yakni Hustler, orang yang piawai berbisnis. Peran kedua yakni Hacker, bagian teknologinya. Dan terakhir yaitu Hipster, urusan desain-pemasarannya.

Jeff Sutherland, ko-kreator metode scrum dalam bukunya Scrum, Meningkatkan Produktivitas Dua Kali Lipat dalam Waktu Setengahnya Saja, menulis bahwa efektivitas tim kerja dimulai dari tiga orang. Dengan tiga orang upaya yang dibutuhkan hanya 25 persen dari upaya yang dicurahkan kelompok beranggotakan sembilan sampai 20 orang. Hal itu, kata Sutherland, didukung oleh ratusan riset.

Baca juga: Pesangon Tak Dihapus di Omnibus Law dan Ada Tambahan Asuransi

Struktur berkembang

Pasti ada pertanyaan, bila hanya tiga orang, lantas berapa orang sebagai Pengurus dan berapa sebagai Pengawas. Itu bisa dimaklumi sebab praktik saat ini biasanya tiga orang sebagai Pengurus dan tiga orang sebagai Pengawas, seperti perintah undang-undang.

Bisa kita bandingkan dengan PT yang hanya dua orang, satu orang berperan sebagai Komisaris dan satu orang sebagai Direktur. Itu bisa dipahami dengan mudah sebab Komisaris sebagai pemodal dan Direktur yang mengoperasionalkannya.

Di koperasi ketiga orang itu adalah pemodal. Dan ketiganya juga berperan dalam operasional. Secara alamiah kontrol muncul sebab tiap orang menghendaki nilai terbaik baginya. Satu sama lain menuntut kinerja agar jangan sampai ada free rider.

Perusahaan pada awalnya kecil dan terus membesar. Struktur dan personalianya bertambah sesuai kebutuhan. Awalnya cukup tiga bagian, lalu bertambah bagian-fungsi lainnya. Nah, koperasi yang mulai dari tiga orang dapat memekarkan struktur organisasinya selaras dengan pertumbuhan anggota dan bisnisnya. Pertumbuhannya organis baik dari segi skala, volume dan jumlah anggotanya.

Secara konvensional alat kelengkapan organisasi koperasi ada tiga: Rapat Anggota, Pengurus dan Pengawas. Omnibus law cukup mengatur pada koperasi yang beranggotakan kurang dari 160 orang, alat kelengkapan cukup Rapat Anggota dan Pengurus. Sedangkan di atas 160 orang, alat kelengkapan harus lengkap ketiganya.

Angka 160 ini bisa digunakan sebagai konstanta dengan merujuk pada tulisannya Yuval Noah Harari. Dalam bukunya, Homo Deus, bahwa kemampuan otak manusia mengingat orang secara personal hanya pada jumlah 160 orang. Lebih dari itu kemampuan mengingat rendah dan menjadi tidak intim.

Baca juga: Ini 6 Alasan Buruh Tolak RUU Omnibus Law

Implikasi

Dengan mengubah dari 20 menjadi tiga orang, implikasi positifnya banyak. Tata kelola koperasi menjadi lebih ramping tanpa beban organisasi di periode awal. Beban organisasi ini misalnya dalam mengambil keputusan. Makin banyak orang, di mana skala dan volume bisnis belum besar, hanya memancing konflik satu sama lain. Ada anekdot bagus di koperasi, “Banyak pendapat namun sedikit pendapatan”.

Koperasi model baru juga bisa dikembangkan dengan mudah. Selaras dengan omnibus law, model koperasi pekerja (worker coop), dapat dikembangkan secara akseleratif. Mondragon di Spanyol yang hari ini dimiliki 80.000 pekerja-pemilik (worker-owner) dulunya hanya delapan orang. Anggota mereka, worker-owner, berkembang secara organic. Dari sedikit sampai kemudian banyak sekali.

Sedang di dalam negeri, saat ini inkubasi startup coop sedang berjalan di berbagai kota di Indonesia. Mereka masih menunggu regulasi yang kompatibel untuk mengurus Badan Hukum koperasi. Masing-masing embrio startup coop itu nyatanya dimulai dari tiga atau empat orang co-founder.

Dengan dimulai dari tiga orang juga, kelembagaan koperasi akan lebih pas dengan nalar perusahaan, alih-alih organisasi kemasyarakatan (ormas). International Cooperative Alliance (ICA) mendefinisikan koperasi sebagai perusahaan yang dimiliki dan dikendalikan bersama. Jadi tumbuh-kembangnya perlu mengikuti kaidah perusahaan sebagaimana lazimnya.

Sudah 60 tahun lebih kita mewarisi regulasi yang out of date bila kita gunakan UU 79/ 1958 sebagai muasal jumlah pendiri 20an orang. Itu benar-benar sangat tertinggal, jauh sekali.

Bila Pemerintah (Menteri Koperasi) berhasil mendorong pendiri hanya tiga orang, itu akan membuat legacy besar dan radikal bagi pengembangan perkoperasian Indonesia 5-10 tahun mendatang. Saya pikir Presiden sudah menyiapkan gawangnya, tinggal Menteri tendang bolanya. 

Baca juga: Omnibus Law soal Lapangan Kerja Belum Kelar, Pengusaha Bingung Buruh Demo

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Whats New
Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Whats New
LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

Whats New
Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Langkah PAI Jawab Kebutuhan Profesi Aktuaris di Industri Keuangan RI

Whats New
Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Akar Masalah BUMN Indofarma Belum Bayar Gaji Karyawan

Whats New
Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Nestapa BUMN Indofarma, Sudah Disuntik APBN, Masih Rugi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com