Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi OYO dan RedDoorz, Dicari Backpacker tetapi Tak Bayar Pajak

Kompas.com - 20/01/2020, 16:35 WIB
Muhammad Idris,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Pariwisata atau Kemenpar berencana menertibkan aplikator penginapan berbiaya terjangkau yang belakangan semakin marak di sejumlah daerah, khususnya di kawasan pariwisata yang jadi kantong turis.

Diberitakan harian Kompas, 17 Januari 2020, Kemenpar akan menertibkan bisnis operator hotel berbasis daring, seperti OYO dan RedDoorz.

Dua perusahaan itu dinilai mencampuradukkan usaha akomodasi dengan indekos sehingga mengganggu iklim industri perhotelan.

Operator penginapan dan hunian sewa itu menerapkan model bisnis ekonomi berbagi. Namun, aturan yang mendasari bisnis itu belum ada.

Akibatnya, bisnis indekos dimanfaatkan untuk penginapan atau akomodasi. Padahal, usaha akomodasi wajib memiliki perizinan akomodasi dan tanda daftar usaha pariwisata, serta membayar pajak.

”Jangan sampai mereka klaim kos-kosan itu (bisa) menjadi usaha akomodasi. Mereka harus mengambil keputusan, ganti nama dan pasar dalam jaringan untuk bisnis kos-kosan,” kata Asisten Deputi Investasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Hengky Manurung di Jakarta, Kamis (16/1/2020) lalu.

Baca juga: Bisnis Penginapan ala OYO dan Red Doorz Rugikan Negara, Apa Iya?

Hengky menambahkan, jika Oyo dan RedDoorz masih menggunakan tempat indekos sebagai akomodasi, pihaknya akan membawa persoalan ini ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

Secara terpisah, Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Hariyadi Sukamdani mengemukakan, praktik bisnis operator hotel berbasis daring yang menabrak regulasi menimbulkan persaingan yang tidak sehat.

”Pengelolaan indekos berbasis hunian sewa bulanan yang menjadi penginapan harian telah merusak ekosistem bisnis akomodasi,” katanya.

Diprotes pengusaha hotel melati

Ketua Perhimpunan Hotel Non Bintang (PHNB), Sutrisno Iwantono, mengatakan pemerintah harus tegas pada aplikator jasa penginapan agar tak merugikan pelaku usaha perhotelan yang berkontribusi rutin membayar pajak.

"Kita bukan tak mau bersaing, tapi fair sajalah. Masa iya kos-kosan dijadikan penginapan, apartemen kosong dijadikan hotel. Ini kan sudah jelas peruntukkannya, perizinannya bagaimana ini," ucap Sutrisno kepada Kompas.com, Senin (20/1/2020).

Menurutnya, bak jamur di musim hujan, banyak tempat tinggal seperti rumah kosong, apartemen, hingga tempat kos beralih jadi penginapan kelas budget seiring menggeliatnya sektor pariwisata.

Dia berharap, agar pemerintah bisa melakukan penertiban kalau memang jaringan penginapan tersebut bukan untuk usaha sektor perhotelan.

Baca juga: Fenomena OYO dkk, Bisnis Hotel Melati Terancam?

"Ini tidak fair, kita bayar pajak, mereka ini seperti OYO nggak bayar pajak hotel. Jadi ya harapannya ada semacam penertiban. Sementara kita ada izinnya, bayar pajaknya. Masa iya apartemen bisa seenaknya disewakan buat penginapan," ujar Sutrisno.

Dia mengatakan sudah banyak anggotanya yang mengeluhkan sepinya kunjungan setelah semakin masifnya penginapan berbasis aplikasi daring.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com