Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjualan Rokok Elektrik Belum Terdampak Kenaikan Harga Rokok

Kompas.com - 20/01/2020, 20:24 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Penjualan rokok elektrik di beberapa daerah yang dikabarkan mengalami kenaikan karena dampak kenaikan cukai rokok konvensional, rupanya belum merata di seluruh penjuru nasional.

Pasalnya, kenaikan penjualan rokok elektrik tersebut hanya terjadi di beberapa daerah saja yang memang pentrasinya masih rendah.

Apalagi, kenaikan harga rokok konvensional baru terjadi pada awal 2020 ini. Sehingga kenaikan penjualan rokok elektrik akibat kenaikan harga rokok konvesional masih belum bisa dipastikan.

"Terlalu dini untuk menyebutkan bahwa naiknya harga rokok berdampak terhadap peningkatan penggunaan rokok elektrik. Kalaupun ada peningkatan penjualan, kemungkinan hanya di beberapa toko-toko di daerah saja,” ujar Ketua Asosiasi Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Senin (20/1/2020).

Baca juga: BPS: Rokok Penyumbang Terbesar Kedua pada Garis Kemiskinan

Kendati demikian, Aryo tetap berharap iklim industri yang kondusif dapat mendorong pertumbuhan industri ini. Menurutnya, meski cenderung baru, industri rokok elektrik yang dikategorikan ke dalam Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) sudah dikenakan tarif cukai tertinggi sebesar 57 persen.

Pengenaan cukai kategori HPTL yang termasuk juga nikotin tempel, produk tembakau yang dipanaskan, dan nikotin cair ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Aryo menilai, sebagai industri baru produk yang termasuk dalam kategori HPTL perlu diberikan insentif agar bergerak dan tumbuh.

"Sebagai industri baru, kami berharap industri ini bisa diberi ruang dapat tumbuh terlebih dulu sehingga potensinya seperti penyerapan lapangan pekerjaan dapat maksimal. Baru setelah itu kita bicara soal kontribusi kepada negara lewat cukai," ujarnya.

Baca juga: Industri Rokok Elektrik Jadi Potensi Baru Serapan Tembakau Lokal

Seperti diungkapkan Kementerian Perindustrian pada Rakor Kemenko Perekonomian Desember 2019 lalu, industri produk tembakau alternatif telah menyerap sekitar 50.000 tenaga kerja. Selain itu masih ada 209 pabrik yang tersebar di 34 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC).

"Kehadiran industri produk tembakau alternatif terbukti signifikan dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan membantu negara melalui penerimaan cukai HPTL. Sekali lagi kami mohon kepada pemerintah untuk melindungi industri baru ini," ucap Aryo.

Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengkaji kembali pengenaan cukai sebesar 57 persen tersebut. Apalagi jika dilihat profil risiko kesehatan yang timbul dari produk HPTL telah dibuktikan oleh berbagai riset independen lebih rendah dibandingkan rokok, sehingga seharusnya dikenakan tarif cukai yang lebih rendah.

Mereka yang beralih ke produk HPTL ini karena produk tersebut diperkuat hasil kajian ilmiah independen yang menyimpulkan bahwa risiko kesehatannya akan lebih rendah daripada terus merokok.

"Sudah ada 2 juta pengguna produk tembakau alternatif merasakan manfaatnya secara langsung dan mereka beralih karena memang produk ini minim akan risiko kesehatan” jelas Aryo.

Baca juga: Sejak 2015, Jokowi Sudah Naikkan Cukai Rokok di Atas 70 Persen

Jadi, lanjut Aryo, pihaknya sekali lagi menegaskan bahwa konsumen yang beralih ke produk tembakau alternatif bukan semata-mata karena faktor harga, melainkan karena esensi dari kehadiran produk tembakau alternatif ini adalah untuk membantu para perokok yang ingin berhenti merokok secara bertahap.

Dimasz Jeremia, Pembina Asosiasi Vaper Indonesia (AVI) mengamini pernyataan Aryo. Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan dengan matang dalam mengeluarkan regulasi untuk industri ini agar dapat memberikan kepastian usaha yang kondusif.

“Menurut kami, aturan Pemerintah harus selalu memperhatikan pengembangan inovasi di industri tembakau alternatif. Kepastian usaha salah satunya dapat dituangkan dalam bentuk tidak ada kenaikan cukai dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan untuk kategori HPTL sampai akhirnya industri ini benar-benar berkembang," terangnya.

Lanjutnya lagi, saat ini ada sekitar ratusan produsen baik cairan nikotin, device dan aksesoris yang terlibat dalam industri ini. Di samping itu juga ada ribuan pengecer yang berkecimpung dalam industri produk kategori HPTL.

Baca juga: BPS: Harga Rokok Perlahan Naik Sejak Berbulan-bulan Lalu

Berdasarkan data APVI, estimasi peritel vape di Indonesia mencapai 3.500 toko. Mayoritas store terpusat di Jawa dengan jumlah 2.300 toko, sementara sisanya berada di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali.

"Era industri 4.0 mutlak mendorong terciptanya peluang positif bagi ekonomi, oleh karena itu, pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang tepat untuk mendorong kreativitas pelaku usaha termasuk industri tembakau alternatif agar berkembang dan menghasilkan produk yang memiliki potensi dan manfaat bagi masyarakat.” tutup Dimasz. (Handoyo)

 

Berita ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul: Penjualan rokok elektrik belum terdampak mahalnya harga rokok konvensional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com