Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Pemegang Saham PT KCN Mengupayakan Damai

Kompas.com - 24/01/2020, 02:23 WIB
Kurniasih Budi

Penulis

KOMPAS.comRapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT Karya Citra Nusantara (KCN) yang digelar Kamis (23/1/2020) kembali menemui jalan buntu untuk kedua kalinya.

Sebelumnya, pada RUPS-LB yang digelar pada Desember 2019 lalu, para pemegang saham yakni PT Karya Tehnik Utama (KTU) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) juga tidak bersepakat.

Dalam rapat kedua, kedua pemegang saham sama-sama mengajukan penundaan karena sedang menempuh proses damai.

"Rapat umum kembali ditunda maksimal sebulan sejak rapat yang digelar hari ini, karena kedua pemegang saham sedang melakukan upaya-upaya perdamaian untuk mengakhiri semua perbedaan pendapat, sengketa yang selama ini ada,’’ ujar Direktur Utama PT KCN Widodo Setiadi yang memimpin RUPS-LB, Kamis (23/1/2020).

Berebut saham

RUPS-LB yang digelar sebelumnya pada 27 Desember 2019, gagal mencapai kata sepakat.

Saat itu, PT KBN yang memiliki 15 persen saham di PT KCN masih tetap mempermasalahkan komposisi kepemilikan saham.

Dengan demikian, rapat tidak bisa dilanjutkan ke agenda rapat lainnya dan berakhir dengan penundaan rapat.

Sebagai pemegang saham minoritas, imbuh Widodo, PT KBN dianggap tidak menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan yang ada sehingga RUPS-LB yang telah deadlock untuk kedua kalinya itu.

Dalam rapat yang digelar di Hotel Borobudur itu, hadir perwakilan dari pemegang saham mayoritas PT Karya Tekhnik Utama (KTU). Sementara itu, PT KBN mengutus perwakilan kuasa hukumnya.

Jalan damai

Dalam surat yang disampaikan KTU dan perwakilan kuasa hukum KBN dalam suratnya meminta penundaan RUPS-LB paling lambat 1 bulan sejak rapat digelar.

Pasalnya, pihak KBN dan KTU sedang dalam proses perdamaian.

Upaya perdamaian yang dilakukan kedua pihak fokus untuk menyelesaikan komposisi pemegang saham.

Adapun PT KBN menginginkan kenaikan kepemilikan saham menjadi 50 persen, dari perjanjian awal yang disepakati sebesar 85 persen dimiliki KTU karena bertanggung jawab untuk menanggung seluruh pendanaan bagi penyelesaian Pelabuhan Marunda.

Sisa saham sebesar 15 persen dimiliki KBN sebagai bentuk good will dan tidak akan terdilusi meskipun ada kenaikan pembiayaan ke depannya.

Menurut Widodo, kedua pihak sepakat tidak ada masalah perampasan aset dalam pembangunan Pelabuhan Marunda.

‘’Kami sangat berharap sebelum sebulan, sudah ada kesepakatan yang bisa diambil kedua pemegang saham karena hal ini berpengaruh terhadap kinerja KCN," katanya.

Ia menegaskan, KCN bertanggung jawab menjaga operasional Pelabuhan Marunda karena sejumlah tenant dan vendor sudah menandatangani kontrak jangka panjang.

"Kepercayaan mereka harus kami jaga,’’ ujarnya.

Tak cuma itu, Widodo akan melaporkan hasil rapat ini kepada Pokja IV.

Ia mengaku upaya KCN untuk bisa menuntaskan pembangunan pelabuhan Marunda yang telah mundur sekitar 8 tahun kembali mendapat tekanan dengan tertundanya RUPS-LB yang kedua.

Padahal, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoli sangat berharap groundbreaking pembangunan pier 2 dan 3 Pelabuhan Marunda bisa segera dijalankan, sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo yang berkali-kali menegaskan pentingnya mendorong investasi swasta untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur.

Layanan tetap berjalan

Pemegang saham mayoritas KTU, ia melanjutkan, juga concern atas operasional KCN di tengah segala tantangan.

Oleh karena itu, KTU telah menunjuk pejabat sementara untuk dewan direksi dan komisaris dalam RUPSLB bulan lalu.

Apalagi, direksi dan komisaris PT KCN telah habis masa jabatannya pada 18 Desember 2019. Sayangnya, penunjukkan pejabat sementara ini tidak disetujui KBN.

Kehadiran KCN untuk mengelola Pelabuhan Marunda yang berada di dekat pelabuhan Tanjung Priok telah berkontribusi untuk memangkas waktu tunggu bongkar muat barang di pelabuhan, khususnya untuk barang curah.

Widodo mengatakan, dermaga 1 Pelabuhan Marunda sepanjang 1.950 meter dengan supporting area 42 hektar (ha) telah melayani bongkar muat batubara, pasir, tiang pancang, hingga bahan baku semen.

"Atas pier 1 yang masih beroperasi di bawah jajaran pejabat sementara, KCN yang sudah mendapat hak konsesi dari regulator, tetap bisa memberikan pendapatan bagi negara," kata dia.

Badan Usaha Pelabuhan (BUP) KCN, imbuh Widodo, mencegah terjadinya kerugian negara dengan telah membayarkan kepada negara berupaya pembayaran pajak sekitar Rp 60 miliar hingga 2019.

"Kami juga membayar fee konsesi sekitar Rp 7 miliar setiap tahunnya," ujarnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com