Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Peternak Sumut Karena Teror Flu Babi Afrika

Kompas.com - 26/01/2020, 12:04 WIB
Muhammad Idris

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Wabah African Swine Fever atau flu babi sudah menjangkiti 16 Kabupaten Kota di Sumatra Utara. Wabah penyakit ternak ini membuat peternak di Sumut mengalami keterpurukan.

Dikutip dari Harian Kompas, Minggu (26/1/2020), Kematian babi yang dilaporkan di sejumlah wilayah di Sumatera Utara sudah mencapai lebih dari 42.000 ekor.

Pemerintah daerah belum bisa bergerak karena tidak ada dana darurat. Perusahaan skala besar pun kini ikut terpuruk karena tidak bisa menjual ternaknya.

Ketua Asosiasi Peternak Babi Sumut Hendri Duin Sembiring mengungkapkan peternak perlu penjelasan apakah akan melakukan depopulasi dan ada kompensasi.

Depopulasi dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus, tetapi harus diikuti pemberian kompensasi.

”Peternak hingga kini juga tak tahu apa yang harus dilakukan terhadap ternak mati, terjangkit, sehat, dan kandang yang bebas dari ASF. Kami sendirian hadapi ini,” katanya.

Baca juga: Mentan Khawatir Wabah Flu Babi di Sumut Ganggu Ekspor RI

Kini, perekonomian peternak babi di Sumut kian terpuruk sejak deklarasi ASF karena tidak diikuti penanggulangan. Ternak babi dari Sumut kini tidak diterima lagi di provinsi lain ataupun di luar negeri.

Peternak kecil maupun besar semakin terpuruk sejak deklarasi ASF. Pemprov DKI Jakarta, misalnya, tidak menerima lagi babi dari Sumut.

Padahal, 60 persen produksi babi Sumut diserap Jakarta. Penurunan penjualan secara keseluruhan mencapai 80 persen.

Meski tak terjangkit ASF, peternakan babi skala perusahaan terpuruk. Populasi di kandang meningkat dua kali, tetapi tidak bisa dijual.

Pemerintah pun berencana mengeluarkan sertifikat bebas ASF terhadap kandang-kandang tertentu agar bisa dijual ke luar daerah.

Andri Siahaan (33), peternak babi di Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, mengatakan, wabah ASF masih terus menyebar di kandang-kandang di desanya. Kematian babi pun masih terus terjadi di sentra peternakan babi itu.

Baca juga: Makanan Sisa dari Pesawat di Bali Dimusnahkan untuk Cegah Wabah Flu Babi Afrika

Pengepul babi yang biasanya hilir mudik di desa itu kini tidak beraktivitas lagi.

”Babi yang sehat pun tidak laku lagi dijual,” katanya.

Hingga kini, mereka juga belum mendapat penanganan apa pun dari pemerintah. Sebagian besar peternak bahkan mengaku tidak tahu wabah apa yang sebenarnya menyerang ternak mereka.

Harga babi pun turun dari Rp 30.000 hingga Rp 10.000 per kilogram akibat kekhawatiran masyarakat. Meski sebenarnya virus tersebut tidak menular dari babi ke manusia.

Respon Mentan

Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengkhawatirkan ekspor babi dari Indonesia akan terganggu akibat adanya wabah flu babi Afrika yang menjangkit populasi babi di kawasan Sumatera Utara.

Meski begitu ia berharap hal tersebut tidak mengganggu ekspor karena pasokan babi ekspor tak hanya berasal dari Sumatera Utara saja, namun ada juga dari daerah lain.

"Katakanlah negara lain tidak salah prediksi kan bisa jadi bisa berakibat 10 tahun mereka enggak bisa terima ekspor kita. Tapi di mananya kan daerah Indonesia luas banget Saya berharap enggak menganggu ekspor," ujarnya di Jakarta.

Syahrul mengatakan, pihaknya telah mendeklarasikan kawasan tersebut telah terjangkit wabah demam babi Afrika.

Baca juga: Flu Babi Afrika Mewabah, Malaysia Stop Impor Babi Indonesia

Syahrul pun mengatakan, pihaknya telah meminta 16 pemerintah kabupetan dan kota di Sumatera Utara yang terjangkit wabah demam babi untuk mengisolasi sejumlah tempat.

"Tapi tidak seluruh Indonesia, hanya kabupaten-kabupaten tertentu di Sumatera Utara dan sudah dalam penanganan yang sangan serius termasuk mengisolasi daerah-daerah itu," ujar Syahrul.

Dia pun memaparkan untuk babi-babi yang sudah positif terdampak akan dimusnahkan. Selain itu, bangkai babi pun harus dikubur sesuai dengan prosedur. Harapannya, wabah demam babi tak meluas.

"Kalau sudah terjangkit berarti di daerah itu harus dimusnahkan. Dikubur dengan cara-cara yang sudah dilakukan," jelas dia.

(Sumber: KOMPAS.com/Mutia Fauzia | Editor: Yoga Sukmana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com