Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Rupiah Terlalu Kuat, Ini yang Dilakukan BI

Kompas.com - 27/01/2020, 15:39 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejak awal tahun, nilai tukar rupiah terus menguat terhadap dollar AS.

Berdasarkan data Bloomberg per hari ini, Senin (27/1/2020) nilai tukar rupiah terlah menguat sebesar 1,87 persen terhadap dollar AS menjadi di kisaran Rp 13.606,5 per dollar AS.

Posisi nilai tukar tersebut jauh dari target pemerintah di dalam APBN 2020 yang berada di kisaran Rp 14.400 per dollar AS.

Baca juga: Rupiah Menguat dari Awal Tahun, BI Dihujani Pertanyaan dari DPR

Seiring dengan terus menguatnya nilai tukar tersebut, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pihaknya tidak segan untuk mengerahkan nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamental dan mekanisme pasar.

Dengan demikian, pergerakan nilai tukar rupiah bisa menjadi lebih stabil.

"Kami melihat sejauh ini penguatan rupiah berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Tapi kami yakinkan kalau rupiah menguat terlalu jauh dan nggak berdampak terhadap ekonomi, kami nggak segan-segan mengarahkan nilai tukar sesuai dengan fundamental, mekanisme pasar, dan stabil," ujar Perry ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta.

Baca juga: Khawatir Virus Corona, Rupiah Awali Pekan Melemah

Sebelumnya, beberapa anggota Komisi XI DPR RI menghujani BI karena pergerakan nilai tukar rupiah yang terus menguat terhadap dollar AS.

"Oktober lalu exchange rate kita diprediksi Rp 14.400 sampai dengan Rp 14.600 per dollar AS di 2020. Hari ini di kisaran Rp 13.600. Pertama apa yang terjadi sehingga penguatan demikian cepat sementara data-data perekonomian belum bergerak banyak?" ujar anggota Komisi XI DPR fraksi PDIP Sihar Sitorus.

Dia pun memaparkan, dengan penguatan nilai tukar tersebut, posisi rupiah memang ramah untuk pelaku impor.

Namun demikian, karena banyak produk yang diimpor adalah barang baku yang digunakan untuk orientasi ekspor nilai tukar yang menguat cepat bisa mengakibatkan exchange rate loss atau kerugian yang diakibatkan lantaran nilai tukar lantaran kontrak ekspor dilakukan ketika nilai tukar masih di kisaran Rp 14.000 di akhir tahun lalu.

"Meski mungkin pengusaha akan menyesukaikan antara spread buying dan selling dalam exchange rate," ujar dia.

Baca juga: Rupiah Ditutup Menguat di Akhir Pekan, Ini Penyebabnya

Selain Sihar, anggota Komisi XI lain, yakni Andreas Eddy Susetyo dari fraksi PDIP pun mempertanyakan hal serupa.

Menurut dia, aliran modal dari luar negeri baik dalam bentuk investasi langsung maupun investasi portofolio tak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.

Sehingga menjadi aneh ketika di awal tahun nilai tukar mengalami penguatan yang cukup pesat terhadap dollar AS.

"Di kuartal II dan III data-data terihat so so saja. Baik dari foreign direct investment maupun investasi portofolio. Saya tidak melihat korelais sebab akibatnya. Sehingga apa yang menyebabkan rupiah menguat? Apakah ada satu hal yang belum pernah dilakukan kemudian dilakukan?" ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com