Dia pun menyebut manusia tidak boleh kufur dari nikmat Tuhan.
Dalam akun Twitter pribadinya, Susi menuturkan, budidaya lobster bakal menghabiskan plasma nutfah di alam. Dia bilang, budidaya nantinya akan berhenti jika bibit lobster itu telah habis di alam.
Apalagi, lobster belum bisa berkawin dan memijah di tempat budidaya maupun penangkaran. Lobster bertelur, melahirkan, hingga beranjak dewasa merupakan peran alam.
"Budidaya akan menghabiskan plasma nutfah/ bibit lobster di alam. Dan satu saat pembesaran lobster itupun akan berhenti karena bibit telah habis. Ingat Lobster belum bisa berkawin dan mijah di penangkaran. Semua bibit lobster yg diambil sd hari ini adlah dari alam," tulis Susi.
Hingga saat ini, kebijakan ekspor benih lobster belum menemui titik final.
Baca juga: Edhy Sebut Ekspor Benih Lobster Tinggal Cerita, Ini Penjelasan KKP
Selain eskpor benih lobster, kebijakan Susi yang jelas-jelas diubah adalah penenggelaman kapal. Sejak Edhy menjabat, tidak ada lagi kapal nelayan asing yang ditenggelamkan.
Edhy punya caranya sendiri untuk membuat pencuri ikan kapok sekaligus menciptakan nilai tambah dari kapal nelayan yang disita negara. Dia akan menghibahkan kapal-kapal bekas pencuri ikan itu ke pihak-pihak yang membutuhkan.
Dia mengaku, ada sejumlah Pemerintah Daerah (Pemda), koperasi, kampus, dan para nelayan yang meminta hibahan kapal eks-asing tersebut.
"Memang ada juga kampus yang sudah minta untuk pelatihan dan bisa juga untuk pendidikan. Bisa juga untuk masyarakat pesisir, untuk koperasi," kata Edhy Prabowo di Jakarta, Senin (19/11/2019).
Baca juga: Penenggelaman Kapal, Ganti Menteri Ganti Kebijakan
Namun, Edhy mengaku akan terus menenggelamkan kapal bila pencuri asing itu berniat kabur. Sebab, penenggelaman kapal merupakan upaya RI menunjukkan diri ke dunia atas ketegasannya.
"Penenggelaman kapal itu kan upaya menunjukkan ke dunia kalau kita tidak tidur. Kalau memang harus ditenggelamkan, kita juga siap menenggelamkan. Intinya kalau mereka ketahuan nyuri terus lari, ya kita tenggelamkan. Kenapa harus takut gitu lho," kata.
Tapi menurutnya, penenggelaman kapal bukan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah di sektor kelautan dan perikanan. Usai penenggelaman, mesti ada pemanfaatan dengan cara menghibahkan kapal-kapal pencuri ikan.
"Cuma jangan membuat jargon tenggelamkan adalah segala-galanya dalam mengatasi masalah negara ini, gitu lho. Saya ingin ini menjadi suatu efek jera. Tapi kan setelah efek jera harus ada pemanfaatan. Ini yang kita mau," tegasnya.
Baca juga: Susi soal Penghentian Penenggelaman Kapal: Tak Perlu Lagi Bicara...
Sejak zaman Susi, cantrang yang telah dimodifikasi memang menjadi persoalan. Cantrang itu dinilai merusak lingkungan karena terlalu panjang dan terlalu lebar.
Jarak antar jaring-jaringnya pun terlalu kecil.
Akibatnya, banyak ikan kecil yang seharusnya bisa tumbuh justru terjaring cantrang tersebut. Waktu itu, Susi sempat menegaskan Indonesia tak bisa kaya jika nelayannya masih pakai cantrang modifikasian.
Sebab cantrang modifikasi kerap menggunakan gardan dengan panjang tambang paling pendek sekitar 1,8 hingga 2 kilometer.
Cantrang yang sebesar itu, kata Susi, otomatis mampu menangkap ikan hingga ke dasar laut sehingga mengakibatkan hasil perikanan tergerus habis. Apalagi, kedalaman Laut Pantura tidak lebih dari 100 meter.
"Katanya tidak sampai tanah (dasar laut). Ya tidak mungkin tidak sampai tanah! Pantura itu lautnya tidak ada yang lebih dari 100 meter. Kalau 2 kilometer cantrang masuk ke air, ya jelas sampai dasar," tegas Susi.
Baca juga: Pro Kontra Edhy Prabowo Mau Cabut Larangan Cantrang Era Susi
Untuk itu, Edhy Prabowo berencana mengkaji pelegalan alat tangkap cantrang. Sebab sejak dilarang pada era Susi, banyak nelayan yang mengaku kesulitan memperoleh ikan.
Edhy mencoba memikirkan alat tangkap yang ramah lingkungan untuk menggantikan cantrang modifikasian.
Baru-baru ini, China mengklaim Perairan Natuna Utara masuk dalam wilayah 9 garis putus-putus (nine dash line) miliknya.
Selain mengiringi kapal nelayan menangkap ikan, kapal coast guard China juga mengancam akan menabrak kapal RI yang menangkap ikan di sana bila berpapasan.