Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Ini Sebut Taspen Gunakan Skema Ponzi untuk Bayar Klaim

Kompas.com - 30/01/2020, 05:19 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam paparannya kepada Komisi XI DPR RI, PT Taspen (Persero) melaporkan besaran pendapatan investasi sebesar Rp 9,1 triliun pada tahun 2019. Angka tersebut tidak termasuk hasil investasi dari iuran pensiun.

Sementara itu beban klaim dan manfaat yang harus dibayarkan Taspen kepada nasabah mencapai Rp 12,35 triliun.

Anggota DPR Komisi XI dari fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun menilai dengan iktisar keuangan tersebut, cara pembayaran klaim yang dilakukan oleh Taspen sama saja dengan praktik skema ponzi atau gali lubang tutup lubang. Sebab, perseroan harus membayarkan kewajibannya kepada nasabah dengan hasil investasi sekaligus dana iuran.

"Kalau kita lihat dari penghasilan investasi Rp 9,1 triliun sama kewajiban bapak setiap tahun, beban klaim dan manfaat itu sekitar Rp 12,3 triliun. Ini bapak menggunakan skema ponzi. Karena investasi bapak tidak bisa menutupi apa yang menjadi beban klaim bapak, menutupi sebagian itu dari premi yang dibayarkan," kata Misbakhun di hadapan dalam rapat kerja dengan jajaran Direksi Taspen di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (29/1/2020).

Baca juga: Ini Yang Dilakukan Taspen untuk Pertahankan Laba di Tahun 2020

"Kewajiban bapak Rp 12,3 triliun hasil investasinya sebagian bapak bayar dari premi itu masih gali lobang tutup lobang. Ini skema pensiun kita harus di perbaiki. Manfaat hari tua ini," jelas Misbakhun.

Bisa Gagal Bayar

Misbakhun mengatakan, dengan kondisi tersebut Taspen bisa saja terancam gagal bayar klaim. Meski saat ini kondisi keuangan Taspen berada dalam kondisi sehat.

"Sebagian Bapak memakan pokok hasil uang yang ditanamkan untuk investasinya. Apalagi kalau kita lihat ada pencadangan teknis dan sebagainya Ini masalah akuntansi lah. Tidak ada pembebanan riil," ujar dia.

Lebih lanjut Misbakhun pun mengatakan, skema tersebut adalah masalah utama yang saat ini sedang dihadapi oleh industri asuransi. Sebab, hal serupa juga sebelumnya dihadapi oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang kasusnya saat ini telah ditangani oleh Kejaksaan Agung.

Dia pun mempertanyakan apakah pihak Taspen telah melaporkan skema pembayaran klaim yang tak sehat tersebut kepada Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Kalau saya lihat returnnya is not a bad. Ini sangat serius. Bapak sudah makan induknya klaim pokok. Bapak pernah mengalert ngga ini skema ponzi berjalan? Ini sudah tidak ideal. Pernah ngga Bapak menyampaikan ke pemerintah atau pernah diingatkan oleh BPK atau BPKP?," tanya Misbakhun.

Menjawab pertanyaan tersebut, Direktur Utama Taspen Antonius NS Kosasih mengatakan saat ini pemerintah masih dalam proses menggodok skema dana pensiun.

Baca juga: Pengamat Sebut Produk Jiwasraya Investasi Skema Ponzi

Dia pun menegaskan, Taspen secara konsisten bisa mendapatkan hasil investasi yang positif, sehingga dalam proses pembayaran klaim perseroan tidak harus memakan pokok iuran nasabah.

"Kemenkeu sedang menyiapkan reformasi dana pensiun. Pada saat itu diimplementasikan maka kekhawatiran negatif underwriting tidak ada lagi. Dan itu sudah harus diterapkan tahun ini. Jadi solusinya sudah ada," ujar Antonius.

"Jadi kalau tidak ada solusinya mungkin kekhawatiran pak Andreas dan Misbakhun bisa terjadi. Karena kita konsisten menghasilkan hasil investasi yang baik tidak sampai makan pokok karena sudah lama nyelenginnya. Kan ini sudah 57 tahun angkanya sudah besar sekali jadi dari hasil investasi Rp 200 triliun lebih itu masih nutup," tegas dia.

Baca juga: Skema Ponzi Dominasi Investasi Bodong di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Bank DKI Sumbang Dividen Rp 326,44 Miliar ke Pemprov DKI Jakarta

Whats New
OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

OASA Bangun Pabrik Biomasa di Blora

Rilis
Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Pengumpulan Data Tersendat, BTN Belum Ambil Keputusan Akuisisi Bank Muamalat

Whats New
Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Cara Hapus Daftar Transfer di Aplikasi myBCA

Work Smart
INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

INA Digital Bakal Diluncurkan, Urus KTP hingga Bayar BPJS Jadi Lebih Mudah

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Suku Bunga Acuan BI Naik, Anak Buah Sri Mulyani: Memang Kondisi Global Harus Diantisipasi

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal 'Jangkar' Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Ekonom: Kenaikan BI Rate Bakal "Jangkar" Inflasi di Tengah Pelemahan Rupiah

Whats New
Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Menpan-RB: ASN yang Pindah ke IKN Bakal Diseleksi Ketat

Whats New
Lebaran 2024, KAI Sebut 'Suite Class Compartment' dan 'Luxury'  Laris Manis

Lebaran 2024, KAI Sebut "Suite Class Compartment" dan "Luxury" Laris Manis

Whats New
Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com