BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Jaga Bhumi - Jaga Wiyata

Gara-gara Asam Lambung, Wanita ini Sukses Jadi Petani Tanaman Obat

Kompas.com - 03/02/2020, 07:02 WIB
Yakob Arfin Tyas Sasongko,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

PERAWANG, KOMPAS.com – Sambil berdiri dan berjalan ke sana ke mari di antara 100 siswa Sekolah Dasar (SD) di Perawang, Zubaidah (46) menjelaskan cara menanam tanaman obat kepada mereka.

Rabu (29/1/2020) itu, ia dipercaya sebagai pemateri dalam kegiatan Jaga Wiyata yang digelar Yayasan Kebun Raya Indonesia (YKRI) di lapangan SD YPPI Perawang, Kabupaten Siak, Riau.

Dengan wajahnya yang semringah ia telaten menjawab pertanyaan anak-anak tentang manfaat tanaman obat.

“Ayo adik-adik, coba tebak tanaman mana yang namanya binahong? Ibu kasih tahu petunjuknya. Tanaman ini bentuk daunnya seperti bentuk love” kata Zubaidah kepada mereka.

Baca juga: Jaga Wiyata, Ajarkan Siswa SD Peduli Lingkungan di Riau

Meski terlihat sangat ahli terhadap tanaman obat, tapi perkenalan Zubaidah terhadap tanaman jenis ini adalah gara-gara penyakit asam lambung.

“Dulu saya nggak terlihat bugar seperti ini. Kurus sekali, karena selama empat tahun hanya makan bubur,” tutur Zubaidah kepada Kompas.com

Saat berkesempatan mewawancarinya, Kompas.com tak menyangka ia pernah menderita asam lambung akut.

Perempuan berusia 46 tahun itu tampak enerjik, tak menandakan mengalami penyakit di saluran pencernaan.

Baca juga: Agar Generasi Milenial Melirik Tanaman Obat

Sambil bercerita, ia merogoh telepon genggam berwarna merah dari saku bajunya, lalu menunjukkan foto-foto lama miliknya.

Foto itu memperlihatkan sosok dirinya sebelum bergulat dengan penyakit yang sering dikaitkan dengan penyakit maag.

Namun kondisinya berubah pada 2005. Saat itu penyakitnya kian akut. Imbasnya, aktivitas harian pedagang kelontong itu pun terganggu.

“Saya bolak-balik ke klinik, mulai dari klinik di seluruh Perawang hingga Rumah Sakit Eka Hospital di Pekanbaru. Tapi tak juga sembuh,” kata kader Dasa Wisma untuk pertanian tanaman obat itu.

Baca juga: Surga Tanaman Obat di Jantung Borneo

Kondisi fisik perempuan itu kian melemah. Asam lambung yang dideritanya menyebabkan sesak nafas dan sakit punggung yang kian intens.

Saat berobat di sebuah rumah sakit di Pekanbaru, ia berjumpa dengan pasien gagal ginjal yang sedang cuci darah yang disebabkan asam lambung.

Dalam perjumpaan itu, pasien tersebut mengaku fungsi ginjalnya terganggu karena terlalu banyak mengonsumsi obat. Namun demikian, situasi tampak berubah saat si pasien mengonsumsi tanaman herbal.

“Sekarang kondisinya berbeda, bahkan terlihat lebih sehat dan intensitas cuci darahnya semakin berkurang setelah mengonsumsi kunyit putih,” imbuhnya.

Baca juga: Sinar Mas Bangun Pabrik Pulp dan Kertas Terbesar di Asia

Mendengar cerita itu, Zubaidah mulai melirik tanaman obat yang selama ini sebenarnya telah ia tanam. Sayangnya, ia tak memanfaatkan tanaman herbal untuk pengobatan penyakitnya.

Didorong rasa ingin tahu, perempuan yang kerap memproduksi susu kedelai itu pun menggali informasi tentang tanaman obat melalui internet.

“Saya teliti sendiri secara langsung dan belajar dari google. Browsing, tapi saya cek lagi kebenarannya. Karena nggak semua informasi di internet itu benar. Ada yang benar, ada pula yang tidak. Tapi kebanyakan benar,” ujarnya.

Usai mengumpulkan sejumlah referensi, Zubaidah pun mulai mengonsumsi ramuan kunyit putih, temu lawak, dan kunyit biasa. Selain itu, ia memanfaatkan lidah buaya untuk menetralkan asam lambungnya.

Baca juga: Kawasan Hutan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil di Riau Juga Ikut Terbakar

“Dua bulan mengonsumsi kunyit putih, rasa sakitnya berkurang. Sejak saat itu, saya semakin yakin terjun menekuni tanaman obat,” terangnya.

Petani tanaman obat

Sejak kelas 1 SD, Zubaidah mengikuti orangtuanya transmigrasi ke Provinsi Riau. Kedua orang tuanya berasal dari Kecamatan Wagir, Malang, Jawa Timur.

Keluarga transmigran itu menetap di Desa Perawang Barat, Kabupaten Siak.

Sejak 2012, para petani di Perawang Barat mulai bercocok tanam tanaman obat di pekarangan rumahnya maupun dalam pot.

Baca juga: Asam Lambung Sering Naik, Gejala Penyakit Apa?

Awalnya, Zubaidah mengaku hanya sekadar ikut-ikutan program Dasa Wisma yang diterapkan di desanya.

Setiap Rukun Tetangga (RT) diwajibkan memiliki Dasa Wisma yang menanam aneka tanaman obat yang biasa disebut apotek hidup.

Sebagai informasi, Dasa Wisma terdiri dari sepuluh rumah yang memiliki tanaman obat keluarga yang ditanam di halaman rumah seperti jahe, kencur, kunyit, binahong, baru cina, daun salam, dan daun ungu.

Adapun program tanaman obat keluarga (toga) tersebut merupakan salah satu bagian dari program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) inisiasi Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas melalui anak usahanya PT Arara Abadi di Siak, Riau.

Baca juga: Berbagai Minuman yang Bisa Mengurangi Gejala Asam Lambung

Meski mengaku hanya ikut-ikutan, Zubaidah dipercaya sebagai salah satu ketua Dasa Wisma.
Bahkan, hingga kini ia merupakan salah satu warga dipilih masyarakat Desa Perawang Barat sebagai duta tanaman obat.

Tantangan di lapangan

Kini Dasa Wisma yang ada di desa Perawang Barat berkembang menjadi 30 kelompok yang menanam tanaman obat.

Sebagai penasihat Dasa Wisma di Desa Perawang Barat, ia tak menampik tak semua masyarakat meyakini bahwa tanaman herbal memiliki khasiat.

“Salah satu alasannya karena rasanya yang enggak enak, kemudian kondisi fisiknya masih merasa sehat, juga soal paradigma kalau sakit harus langsung ke dokter. Belum seperti saya yang sudah ke dokter pun tapi nggak sembuh-sembuh,” ungkapnya.

Baca juga: 6 Tanaman Herbal, Obat Alami yang Bisa Tumbuh dalam Ruangan

Ia mengatakan, sebagian besar warga desa yang ikut aktif Dasa Wisma adalah orang yang pernah mengalami sakit dan akhirnya kondisinya semakin baik setelah mengonsumsi tanaman obat.

Berbekal pengalaman pribadinya, ia giat mensosialisasikan kepada warga desa tentang potensi tanaman obat dan manfaat tanaman tersebut.

Apalagi dengan adanya program DPMA, masyarakat yang menekuni bercocok tani tanaman obat bisa memperoleh dukungan penuh dari Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas, baik dalam bentuk permodalan, pelatihan, sarana prasarana, hingga akses pasar.

APP Sinar Mas juga membantu masyarakat dengan memberi pelatihan cara memproduksi, termasuk cara memperoleh izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan label halal dengan mengundang sejumlah pihak terkait seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Baca juga: Segera Optimalkan Potensi Ekonomi Desa

Berkat pelatihan-pelatihan tersebut, kini masyarakat yang tergabung dalam Dasa Wisma dapat mengolah tanaman obat menjadi jahe bubuk instan, jus lidah buaya, dan jus buah naga yang dapat dijual secara online maupun ke koperasi APP Sinar Mas.

Dengan mengantongi label halal, label produk industri rumah tangga (PIRT), dan label BPOM, produk warga desa tersebut dapat menembus jaringan toko retail di Kabupaten Siak, sehingga perekonomian desa menggeliat.

 


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com