Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut BTN Bantah Tuduhan Window Dressing Pada Laporan Keuangan

Kompas.com - 03/02/2020, 15:07 WIB
Kiki Safitri,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utaman PT Bank BTN (Persero), Pahala N. Mansury membantah tuduhan window dressing yang terjadi di perusahaannya.

Hal ini disampaikan Pahala usai memenuhi panggilan BAKN (badan anggaran keuangan negara) dalam Rapat dengan Pendapat (RDP) pagi ini di Gedung DPR MPR RI, Senin (3/2/2020).

Adapun agenda pemanggilan Dirut BTN adalah melakukan pembahasan dugaan praktek Window dressing pada Laporan Keuangan BTN tahun 2018 di ruang BAKN secara tertutup.

"Ini rapat tertutup, sepengetahuan kita enggak ada itu window dressing," kata Pahala.

Kedatangan Pahala beserta jajaran direksi dilakukan untuk menyampaikan fakta atas aduan serikat pekerja Bank BTN, terkait dugaan window dressing pada laporan keuanan BTN tahun 2018.

"Kalau dari BAKN menyampaikan ada bagaimana duduk perkaranya dan kasusnya seperti apa. Bahwa ini betul-betul di akhir 2018," ungkapnya.

Kapasitas Pahala yang baru menjabat sejak akhir tahun 2019, menyebut pihaknya terbuka dengan penyelesaian kasus yang ada saat ini.

"Kita menyelesaikan sesuai ketentuan pemerintah yang ada. Jadi kalau sepengetahuan kita itu tidak ada praktek window dresing. Ini saya menjelaskannya sebagai Dirut baru ya," jelasnya.

Lebih lanjut Pahla tidak menutup kemungkinan jika ada pemanggilan kembali.

"Itu wewenang disana (DPR), kita hanya diminta melakukan penjelasan (lisan) atau penjelasan tertis," jelasnya.

Secara terpisah, Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno menyebutkan ada beberapa hal yang dilaporkan oleh serikat pekerja bank BTN antara lain, pelanggaran hukum pada termin pertama yakni pencairan uang Rp 100 miliar dimana penggunaannya tidak sesuai ketentuan. Selanjutnya, tambahan kredit Rp 200 miliar yang dinilai tidak visibel dan dugaan window dressing.

"Praktek window dressing-nya tahun 2018, kalau Desember 2014 itu pencairan yang Rp 100 miliar, lalu yang di September 2015 penambahan lagi Rp 200 miliar," katanya.

Hendrawan berharap masalah ini bermula dari alokasi dana yang tak sesuai kapasitasnya. Dimana yang seharusnya BTN memfasilitasi pembangunan rumah rakyat, malah digunakan untuk pembangungan resor mewah.

"Peruntukannya ini untuk resor mewah padhahal kan ini seharusnya untuk perumahan rakyat. Tapi ini malah untuk resor warga asing dari Singapura maka dari itu serikat pekerja memprotes," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com