Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Robert Na Endi Jaweng
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Menanti Omnibus Law Ramah Investasi

Kompas.com - 05/02/2020, 15:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun, selayaknya sebuah tata urutan regulasi yang hierarkis, sebuah regulasi pokok terkadang tidak optimal saat diimplementasikan, antara lain justru karena isi peraturan yang lebih rendah justru tidak mendukung atau malah bertabrakan.

Produktivitas penyusunan peraturan daerah oleh 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia mencuat menjadi persoalan.

Data dari Kementerian Dalam Negeri, sejak 2015 hingga Juli 2019 sudah terdapat 1.758 perda provinsi yang disahkan, dengan 290 di antaranya merupakan perda yang terkait dengan investasi.

Realitasnya kemudian, komitmen politik lembaga legislatif dan eksekutif di daerah masih belum sejalan dengan semangat peningkatan iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi daerah.

Alhasil, masih banyak perda yang masih bermasalah terkait dengan aspek yuridis, substansi, hingga prinsip.

Pekerjaan rumah

Temuan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) yang dilansir pada November 2019, setidaknya terdapat 347 peraturan daerah (perda) yang bermasalah dan memiliki potensi menghambat investasi.

Rinciannya adalah sebanyak 235 perda bermasalah terkait dengan pajak dan retribusi daerah, 63 terkait dengan perizinan, 7 terkait dengan masalah ketenagakerjaan, dan 42 perda dengan urusan lain-lain.

Baca juga: Tak Cukup dengan Omnibus Law, Tarik PMA Juga Perlu SDM Unggul

Sebagai contoh, salah satu ketentuan yang bermasalah adalah kawasan bebas merokok dan batasan iklan rokok yang memperlihatkan kerancuan administrasi pemerintahan negara kesatuan.

Tidak semestinya perda bisa memuat pengaturan yang melebihi (dan bahkan bertentangan) dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.

Sejumlah regulasi daerah tentang kawasan tanpa rokok (KTR) dan dan batasan iklan tembakau memperlihatkan adanya kon?ik dengan peraturan yang lebih tinggi, ketentuan yang inkonsisten, serta terdapat ketentuan yang multitafsir.

Di sini, pokok soalnya adalaah ketikdapastian hokum berusaha yang membawa risiko bisnis. Pemda membuat aturan yang berbeda dan bahkan bertentangan dengan kerangka regulasi nasional yang semestinya jadi rujukan.

Salah satunya adalah Peraturan Perda Kota Bogor No. 10 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR).

Salah satu isi Perda tersebut adalah larangan pemajangan (display) produk rokok, yang mana tentunya klausul itu bertentangan dengan aturan yang menyatakan bahwa rokok adalah produk legal sehingga sifatnya pun halal.

Sejumlah aturan potensial terlanggar oleh Perda tersebut, seperti PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan bahkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 71/PUU-XI/2013.

Dampak ketidakpastian usaha terlihat pada respon sejumlah pedagang tradisional yang mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Agung tanggal 5 Desember 2019 (tercatat dengan nomor perkara 4P/HUM/2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 6,25 Persen, Bos BI: Untuk Memperkuat Stabilitas Rupiah

Whats New
KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

KEJU Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Earn Smart
Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Program Gas Murah Dinilai ‘Jadi Beban’ Pemerintah di Tengah Konflik Geopolitik

Whats New
Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Catatkan Kinerja Positif, Rukun Raharja Bukukan Laba Bersih 8 Juta Dollar AS pada Kuartal I-2024

Whats New
Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Luhut Sambangi PM Singapura, Bahas Kerja Sama Carbon Capture Storage dan Blue Food

Whats New
Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Honda Prospect Motor Buka Lowongan Kerja, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Tahun Pertama Kepemimpinan Prabowo, Rasio Utang Pemerintah Ditarget Naik hingga 40 Persen

Whats New
Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Revisi Aturan Impor Barang Bawaan dari Luar Negeri Bakal Selesai Pekan Ini

Whats New
Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Pacu Kontribusi Ekspor, Kemenperin Boyong 12 Industri Alsintan ke Maroko

Whats New
Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Uji Coba Bandara VVIP IKN Akan Dilakukan pada Juli 2024

Whats New
Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Menteri Basuki Bakal Pindah ke IKN Juli 2024 dengan 2 Menteri Lain

Whats New
Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Harga Emas Dunia Stabil di Tengah Meredanya Konflik Timur Tengah

Whats New
Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Pemerintah Susun Rancangan Aturan Dana Abadi Pariwisata, untuk Apa?

Whats New
Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, Kemenkop-UKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Soal Wajib Sertifikat Halal di Oktober, Kemenkop-UKM Minta Kemenag Permudah Layanan untuk UMKM

Whats New
Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Google Kembali Pecat Karyawan yang Protes Kerja Sama dengan Israel

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com