Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Ekonomi Global Lebih Rentan Virus Corona Dibanding SARS?

Kompas.com - 05/02/2020, 16:33 WIB
Kiki Safitri,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

Sumber CNBC

HONG KONG, KOMPAS.com - Virus corona yang melumpuhkan sebagian dari kegiatan operasional perusahaan akhir-akhir ini diprediksi akan mengancam pertumbuhan ekonomi global pada kuartal I 2020.

Namun, China terus berupaya meredam penyebaran virus yang bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Caranya dengan melakukan serangkaian kebijakan seperti penurunan suku bunga pinjaman dan suntikan dana 1,2 triliun yuan ke pasar keuangan.

Baca juga: Wabah Virus Corona, Bank Sentral China Guyur Pasar Rp 2.422 Triliun

Mengutip CNBC, Rabu (5/2/2020), para analis memproyeksikan saat ini investor tengah bersiap menghadapi kejatuhan ekonomi global yang berpotensi lebih parah daripada wabah SARS pada tahun 2003.

SARS, yang merupakan sindrom pernapasan akut dimana pertama kali muncul di provinsi Guangdong China sebelum menyebar ke negara lain.

Virus ini menewaskan sekitar 800 nyawa di seluruh dunia dan memangkas 0,5 hingga 1 poin persentase dari pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2003.

Di sisi lain, virus corona yang berasal dari Wuhan, China juga menghantam China pada saat ekonominya tumbuh lebih besar dan sedang membangun koneksi yang lebih besar dengan dunia.

Baca juga: Virus Corona Memantik Pesimisme Global dan Perlambat Pertumbuhan Ekonomi

Ini artinya setiap muncul tekanan pada pertumbuhan ekonomi China, sekaligus akan memukul ekonomi global lebih keras dari yang sebelumnya.

Adapun alasan mengapa ekonomi global lebih terdampak akibat virus corona dibanding SARS, yang pertama adalah karena China merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.

Taimur Baig, kepala ekonom dan direktur pelaksana untuk penelitian kelompok di bank Singapura DBS, mengatakan seluruh dunia bahkan tidak memperhatikan ketika pertumbuhan China melambat sekitar 1 poin persentase setelah SARS.

"Itu hanya bisnis seperti biasa. Sekarang, China menyumbang hampir seperlima dari pertumbuhan global. China melambat setengah persen akan menjadi seismik," kata Baig.

Sementara itu, wabah SARS 17 tahun yang lalu memang menekan pengeluaran konsumen. Tetapi menurut analis, penurunan konsumsi kali ini bisa lebih parah daripada tahun 2003.

Baca juga: Akibat Virus Corona, Pembatalan Kamar Hotel Melonjak

Pengeluaran konsumen akibat virus corona lebih rendah dan menekan industri jasa China, yang menyumbang lebih besar dari produk domestik bruto negara itu dibandingkan dengan tahun 2003.

Di sisi lain, Organisasi Pariwisata Dunia menyebutkan sejak 2014, China telah menjadi negara sumber terbesar pengeluaran pariwisata internasional, bahkan naik dari posisi ketujuh pada tahun 2003.

Larangan perjalanan dan pembatalan penerbangan diberlakukan sejak kemunculan virus corona dinilai dapat membatasi pengeluaran pariwisata China di luar negeri.

Kelvin Tay, kepala investasi regional di UBS Global Wealth Management mengatakan, ancaman tersebut tentunya berdampak pada kondisi ekonomi, terutama yang di Asia.

"Jika Anda melihat Asia, pariwisata China sekarang merupakan bagian yang memegang peran besar dalam ekonomi dari hampir semua negara," katanya.

Baca juga: Mari Elka: Dampak Virus Corona di RI Lebih karena Ekonomi China Tertekan

Sementara itu, Organisasi Perdagangan Dunia menyebut meningkatnya permintaan di China menjadikan China sebagai negara importir terbesar kedua di dunia sejak 2009.

China adalah importir komoditas terbesar seperti minyak, bijih besi, dan kedelai, serta komponen elektronik. Permintaan barang-barang itu bisa merosot di samping perlambatan ekonomi China.

Karena itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan mitra-mitranya, termasuk Rusia sedang mempertimbangkan untuk mengurangi produksi minyak karena dampak virus corona terhadap permintaan.

Sementara dari sisi ekspor China, negara-negara seperti Jepang dan Vietnam memiliki ketergantungan yang sangat besar pada rantai pasokan China.

"Negara-negara itu mengimpor row material dari China untuk membuat produk mereka sendiri untuk diekspor. Jadi tidak hanya China akan melambat, ini juga berdampak pada permintaan global, negara-negara yang mengandalkan China," kata Baig.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber CNBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com