Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Properti Mahal, Bisnis Kos-kosan Menggeliat

Kompas.com - 06/02/2020, 13:15 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor properti diprediksi bakal mencatatkan kinerja lebih baik pada tahun 2020 ini. Sejumlah tren hunian pun mengemuka sejak beberapa waktu terakhir, salah satunya co-living, termasuk rumah kos.

Menurut Anton Sitorus, Department Head Research & Consultancy PT Savills Consultants Indonesia, agar pertumbuhan sektor properti menjadi lebih maksimal, harus didukung oleh kreativitas pengembang dalam mengemas produk yang menarik, terutama soal harga.

"Permintaan besar, tetapi untuk bisa tumbuh pengembangnya harus kreatif dalam membuat produk, dan harga terjangkau. Jika itu terpenuhi, saya yakin market meningkat,” kata Anton dalam keterangannya, Kamis (6/2/2020).

Baca juga: Kos-kosan, Bisnis Sampingan yang Menguntungkan untuk Mereka yang Bekerja

Menurutnya, salah satu konsep yang saat ini tengah digemari adalah co-living. Namun, imbuh dia, bila konsep co-living ditawarkan dengan harga tinggi, pembelinya tentu juga akan terbatas.

“Market co-living seperti properti lain pasarnya ada, asalkan harga cocok,” ujar Anton.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menyebut, saat ini harga properti sudah sangat tinggi sehingga kesulitan untuk dijual.

"Namun masih ada juga investor yang membeli, dengan harapan harganya akan terus naik. Padahal, pasar properti sama seperti ekonomi mempunyai siklus pasar, ini sering kali diabaikan oleh investor," ungkap Ali.

Maka dari itu, tak heran jika saat ini banyak masyarakat yang lebih memilih untuk menyewa dibandingkan untuk membeli, terutama di kota-kota besar.

Baca juga: OYO Rambah Bisnis Kost

Bahkan dalam survei yang dilakukan oleh IPW, generasi milenial di kota-kota besar, seperti di Jakarta, lebih senang menyewa dibandingkan membeli properti.

“Hasil survei kami sekitar 47,4 persen pilih tinggal di kos-kosan, kemudian sebanyak 47,1 persen berkeinginan untuk tinggal di apartemen, sedangkan sisanya memilih tinggal di kediaman keluarga atau saudara," terang Ali.

Dengan penghasilan rata-rata milenial berkisar Rp 6 juta hingga Rp 7 juta per bulan, artinya mereka hanya mampu membeli properti dengan cicilan Rp 2 juta hingga Rp 2,5 juta per bulan atau seharga Rp 200 juta hingga Rp 300 juta.

Dengan rentang harga tersebut sulit untuk mereka mendapatkan properti di Jakarta. Itu sebabnya, milenial lebih memilih menyewa apartemen atau kos-kosan.

Berdasarkan riset IPW, saat ini ada sebanyak 39,9 persen kaum milenial tinggal di kos atau apartemen dengan besaran sewa di bawah Rp 2 juta per bulan. Sebanyak 38,5 persen menyewa dengan harga Rp 2-3 juta/bulan, dan 21,6 persen menyewa dengan harga di atas Rp3 juta per bulan.

Baca juga: Bidik Milenial yang Enggan Beli Rumah, Lippo Bikin Kos-kosan ala McDonalds

Besarnya pasar kosan di kota-kota besar ini diakui oleh PT Hoppor International atau Kamar Keluarga.
Selama dua tahun berdiri, Kamar Keluarga kini telah memiliki 2.041 kamar yang tersebar di 75 lokasi di Jabodetabek dan Bandung.

“Kami akan terus melihat setiap potensi pengembangan bisnis kosan. Hal ini untuk menjawab kebutuhan pasar,” ujar CEO Kamar Keluarga Charles Kwok.

Untuk mendukung ekspansi tersebut, Kamar Keluarga tahun ini akan melakukan Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dana hasil IPO tersebut sebagian besar akan digunakan untuk menambah jaringan dibeberapa daerah.

Selain mendirikan kos sendiri, Kamar Keluarga juga membuka peluang kepada para pemilik aset berupa tanah atau properti mengganggur untuk dijadikan produktif dan menghasilkan passive income.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com