Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Singgung Kinerja Era Susi Soal Mandeknya Perizinan Kapal

Kompas.com - 06/02/2020, 14:00 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Sudin menyinggung kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada era Susi Pudjiastuti.

Singgungan tersebut diarahkan pada sistem administrasi KKP soal perizinan kapal yang memakan waktu lama, mulai dari 8 bulan hingga 10 bulan.

Sudin pun membandingkannya dengan masa Menteri KKP periode 2019-2024 Edhy Prabowo yang mampu mengeluarkan lebih dari 100 izin kapal kurang dari setengah tahun menjabat.

Baca juga: Tak Lagi Menteri, Susi Kini Sibuk Urus Bisnisnya

"Jangan menyalahkan seolah pengusaha itu salah (tidak punya izin). Semenjak mantan Ketua Komisi IV jadi menteri (Edhy Prabowo), baru keluar hampir 1.000 izin. Nah, selama ini ke mana? Selama ini apa yang dikerjakan?" tegas Sudin dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) KKP di Jakarta, Kamis (6/2/2020).

Adapun singgungan soal perizinan kapal tersebut dilayangkan saat Plt Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Nilanto Perbowo merinci kapal ikan yang ditenggelamkan sejak 2014-2016.

Dalam rinciannya, tercatat kapal pencuri ikan yang banyak ditenggelamkan datang dari Vietnam sebanyak 321 kapal, diikuti Filipina 91 kapal, dan Malaysia 87 kapal. Sementara kapal China hanya 3 buah dan ada pula kapal Indonesia sebanyak 26 kapal.

Sudin pun mempertanyakan alasan 26 kapal Indonesia yang ditenggelamkan pemerintah.

"Seolah-olah kapal Tiongkok mencuri ikan di Natuna, di mana-mana. Yang ketangkap cuma 3 unit bos. Ada apa ini? Kita lihat juga di sini sementara milik anak bangsa 26 unit ditenggelamkan. Saya mau tau ini jawabannya apa?" ujar Sudin sembari meninggikan suaranya.

Menanggapi ucapan Sudin, Nilanto pun akhirnya mencoba menjelaskan alasan kapal Indonesia ditangkap. Tercatat, kapal tersebut tidak dilengkapi oleh surat izin penangkapan ikan yang resmi dan menggunakan jenis alat tangkap yang dilarang.

"Yang ketiga, umumnya mereka melakukan penangkapan masuk ke jalur I atau IV mile, yang dilakukan oleh kapal yang berukuran jauh lebih besar dari yang seharusnya diizinkan," jelas Nilanto.

Mendengar hal itu, Sudin pun geram dan tak puas dengan jawaban yang diutarakan. Dia menilai, kapal yang ditangkap tersebut banyak terbentur izin yang lama selesai. Dia pun meminta KKP untuk menyiapkan rincian alasan penenggelaman kapal.

"Saya juga minta rinciannya supaya kita tahu. Jangan menyalahkan seolah pengusaha itu salah," pinta Sudin.

Nilanto akhirnya menyanggupi permintaan Sudin. Dia berjanji, rincian tersebut akan dibuat secepatnya mengingat dalam rapat kali ini pihaknya tak membawa rincian sedetail permintaan Sudin.

"Kami mohon izin, kami akan menyampaikannya secara tertulis agar datanya lebih rinci. Kapan ditangkap, kapan dieksekusi, dan tanggal berapa penenggelamannya," sebut Nilanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Rupiah Melemah Sentuh Rp 16.200, Mendag: Cadangan Divisa RI Kuat, Tidak Perlu Khawatir

Whats New
Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Rasio Utang Pemerintahan Prabowo Ditarget Naik hingga 40 Persen, Kemenkeu: Kita Enggak Ada Masalah...

Whats New
Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Giatkan Pompanisasi, Kementan Konsisten Beri Bantuan Pompa untuk Petani

Whats New
IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

IHSG Turun 19,2 Poin, Rupiah Melemah

Whats New
Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Catat, Ini Jadwal Perjalanan Ibadah Haji Indonesia 2024

Whats New
Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Pada Liburan ke Luar Negeri, Peruri Sebut Permintaan Paspor Naik 2,5 Lipat Pasca Pandemi

Whats New
Jakarta, Medan, dan Makassar  Masuk Daftar Smart City Index 2024

Jakarta, Medan, dan Makassar Masuk Daftar Smart City Index 2024

Whats New
Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Pentingnya Transparansi Data Layanan RS untuk Menekan Klaim Asuransi Kesehatan

Whats New
Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Apakah di Pegadaian Bisa Pinjam Uang Tanpa Jaminan? Ini Jawabannya

Earn Smart
Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Bea Cukai Kudus Berhasil Gagalkan Peredaran Rokol Ilegal Senilai Rp 336 Juta

Whats New
Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Ditanya Bakal Jadi Menteri Lagi, Zulhas: Terserah Presiden

Whats New
Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Ekonom: Kenaikan BI Rate Tak Langsung Kerek Suku Bunga Kredit

Whats New
Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Sepakati Kerja Sama Kementan-Polri, Kapolri Listyo: Kami Dukung Penuh Swasembada

Whats New
Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Syarat dan Cara Pinjam Uang di Pegadaian, Bisa Online Juga

Earn Smart
Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Memenangkan Ruang di Hati Pelanggan

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com