Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pertumbuhan Ekonomi Papua Minus 15,72 Persen, Apa Upaya Sri Mulyani?

Kompas.com - 11/02/2020, 05:32 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan masih terus mengevaluasi keberlanjutan dana otonomi khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang berakhir 2021 mendatang.

Sebab, meski pemerintah mengucurkan dana otsus pertumbuhan ekonomi Papua terkontraksi cukup dalam, yaitu mencapai 15,72 persen.

Adapun hasil akhir evaluasi tersebut bakal ditentukan dalam sidang kabinet.

"Kita terus mengevaluasi dan kami dengan Kementerian Dalam Negeri akan evaluasi terus," ujar Sri Mulyani ketika memberi keterangan kepada awak media di Jakarta, Senin (10/2/2020).

Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Papua Terkontraksi 15,72 Persen, Apa Sebabnya?

Lebih lanjut dia menjelaskan, evaluasi tersebut bakal meliputi efektifitas dana otoritas khusus terhadap kesejahteraan masyarakat Papua.

Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020, pemerintah menganggarkan Dana Otsus sebesar Rp 21,428 triliun.

Rinciannya, alokasi dana otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp 8,374 triliun, dengan masing-masing Dana Otsus untuk Papua Rp 5,861 triliun dan Papua Barat Rp 2,512 triliun. Sementara dana otsus provinsi Aceh sebesar Rp 8,374 triliun.

Ada pula, dana tambahan infrastruktur dalam rangka Otsus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebesar Rp 4,680 triliun.

"Keputusannya (keberlanjutan dana otsus) belum ada, karena belum ada (dibahas) di kabinet. Untuk menentukan langkah-langkah ke depan kami akan putuskan dalam sidang kabinet," ujar Bendahara Negara.

Baca juga: Anggaran Terbatas, Pemerintah Berlakukan Moratorium Pembentukan Daerah Otonomi Baru

Adapun Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, kepastian mengenai keberlanjutan dana otsus Papua bakal diputuskan tahun ini.

Revisi Undang-Undang (UU) tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua pun saat ini sudah masuk sebagai Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2020.

"Otsus papua sudah masuk Prolegnas tahun ini. Jadi Undang-undangnya harus dialksanakan. Revisi atau apapun di tahun ini dibicarakan tapi masih dalam pembahasan," ujar dia.

Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan Provinsi Papua mengalami kontraksi pertumbuhan cukup dalam sebesar 15,72 persen pada tahun 2019.

Baca juga: Penduduk Miskin di Jawa Masih Terbanyak, Persentase Tertinggi di Papua dan Maluku

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penyebab terkontraksinya ekonomi Papua dipengaruhi oleh turunnya produksi PT Freeport Indonesia.

Seperti diketahui, Freeport tengah melakukan pengalihan sistem tambang menjadi tambang bawah tanah setelah sebelumnya mengadopsi sistem tambang terbuka.

"Penyebab utamanya adalah Freeport penurunan produksi karena ada pengalihan sistem tambang yang ada di sana. Itu yang menyebabkan papua kontraksi cukup dalam 15 persen pada tahun 2019," ujar Suhariyanto di Jakarta, Rabu (5/2/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Mudik Lebaran 2024, Bocoran BPJT: Ada Diskon Tarif Tol Maksimal 20 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com