Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Industri Tolak Cukai Plastik

Kompas.com - 20/02/2020, 11:36 WIB
Erlangga Djumena

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiono menolak kebijakan penerapan tarif cukai kantong plastik.

"Sejak awal wacana penerapan cukai plastik, kami dengan tegas menolak kebijakan tersebut. Apa sih urgensinya pemerintah menerapkan cukai plastik? "kata Fajar seperti dikutip dari Kontan.co.id, Kamis (20/2/2020)

"Kalau dari sisi pendapatan negara pemerintah menginginkan sumber pendanaan baru, maka bisa mencari dari sektor lain. Misalnya mengenai tarif besar pada bahan baku impor plastik dan bahan baku plastik dan kalau untuk lingkungan ya harus dengan pengelolaan yang baik," tambah dia.

Baca juga: Langkah Pemerintah Terapkan Cukai Plastik Disetujui DPR

Kalau tujuan penerapan cukai plastik untuk pendapatan negara sebut dia, maka sebaiknya yang dikenai cukai adalah bahan baku plastik dan bahan jadi plastik impor.

"Barang jadi plastik itu impornya 1 juta ton. Dan itu di beberapa pelabuhan saja, gampang dicegatnya, bahan baku plastik hampir 3 juta ton," katanya.

Menurut dia, penarifan cukai plastik justru akan menyulitkan banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

Ia menilai UKM tersebut belum banyak dibina. "Industri daur ulang Indonesia udah bagus sebenarnya. tinggal didorong lagi," sebutnya.

Sementara meskipun saat ini banyak kampanye dalam pengurangan penggunaan sampah plastik, namun keberadaan masih tetap diperlukan hingga kini.

Baca juga: Sri Mulyani Usulkan Cukai Kantong Plastik Rp 30.000 Per Kilogram

Di sisi lain, ia menilai penggunaan plastik di masyarakat juga masih belum tinggi. Menurut dia, konsumsi plastik konsumsi plastik per kapita mencapai 23 kilogram.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (Adupi), Justin Wiganda menilai akan ada dampak efek domino jika cukai plastik diberlakukan.

Untuk industri, yakni turunnya permintaan dan akan berpengaruh business competition pada industri plastik yang dinilai cukup padat karya.

“Efek terparah dari penerapan cukai plastik terhadap masyarakat karena kantong plastik itu dijualnya business to business dan sangat jarang sekali masyarakat awam sengaja membeli kantong plastik. Ini jelas memberatkan masyarakat,” kata Justin.

Menurut dia, penerapan cukai kantong plastik akan mengerek harga bahan makanan dan akan menyebabkan tambahan pengeluaran bagi masyarakat. Hal ini berimbas pada kemampuan atau daya beli kelompok masyarakat miskin yang masih sangat banyak di Indonesia.

Pengendalian sampah plastik, dinilainya tidak perlu dengan cukai. Pemilahan sampah plastik dari sumbernya bisa jadi pilihan yang tepat, karena sampah plastik memiliki nilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan benar.

Business Development Director Indonesia Plastic Recycles (IPR) Ahmad menambahkan, seharusnya untuk pengendalian sampah plastik, pemerintah tidak perlu menerapkan cukai.

Baca juga: Sri Mulyani: Indonesia Paling Sedikit Gunakan Instrumen Cukai untuk Pengendalian Konsumsi

"Persoalan sampah plastik yang terjadi saat ini karena belum terbangunnya perilaku pemilahan sampah organik dan non organik di masyarakat," papar Ahmad.

Padahal, penanganan sampah plastik sebenarnya dapat diatasi dengan baik melalui pemaksimalan daur ulang di tingkat daerah, dengan melakukan pemilahan terlebih dulu.

"Karena itu, perilaku collecting system harus dibangun di masyarakat lewat adanya bank-bank sampah di tingkat RW atau kelurahan," kata Ahmad. (Tedy Gumilar)

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Pelaku industri tolak pengenaan cukai plastik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com