Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Minta Sri Mulyani Kreatif Garap Potensi Penerimaan dari Cukai

Kompas.com - 20/02/2020, 18:22 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati lebih kreatif dalam menggenjot potensi penerimaan negara.

Misbakhun menilai, salah satu potensi yang bisa dimaksimalkan untuk mendongkrak penerimaan negara adalah dari cukai.

"Menurut saya (upaya pemerintah) harus terus didukung karena kita menghadapi situasi-situasi yang mau tidak mau harus dikuatkan kreativitasnya,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: Sri Mulyani: Indonesia Paling Sedikit Gunakan Instrumen Cukai untuk Pengendalian Konsumsi

Misbakhun juga menyoroti usul pemerintah tentang penerapan cukai untuk kantong plastik. Menurutnya, seharusnya pemerintah dengan alasan keadilan dan keberlanjutan lingkungan berani memberlakukan cukai pada barang-barang plastik selain kantong keresek.

“Berapa miliar yang kita dapat dari cukai kantong plastik? Cuma Rp 900 miliar sampai Rp 1,5 triliun dengan risiko (lingkungan) yang sama. Makanya karena risikonya sama usulkan saja memasukkan 10 objek sama saja,” terang dia.

Misbakhun juga menyoroti usul pemerintah tentang pemberlakuan cukai emisi karbon pada kendaraan bermotor. Dia memandang, kendaraan bermotor bukanlah satu-satunya sumber emisi karbon.

Menurut Misbakhun, ada sektor industri ataupun manufaktur yang juga menghasilkan emisi. Sebab, sumber utama emisi karbon adalah bahan bakar.

Baca juga: Langkah Pemerintah Terapkan Cukai Plastik Disetujui DPR

Oleh karena itu seharusnya bahan bakar juga dikenai cukai.

“Kenapa kemudian tidak sumber emisinya yang dikenakan fuel surcharge? Hampir di seluruh dunia fuel surcharge itu bagus,” ucapnya.

Dia meyakini fuel surcharge untuk emisi karbon bisa mengalahkan penerimaan dari cukai etilalkohol ataupun minuman keras.

Yang penting, kata Misbakhun, pemerintah bisa memberikan penjelasan dan alasan rasional yang mendasari penerapan kebijakan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com