Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu: Ada Dana Otsus Papua Rp 1,85 Triliun yang Didepositokan

Kompas.com - 26/02/2020, 05:18 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan beberapa temuan Badan Perencana Keuangan (BPK) terkait realisasi penggunaan dana otonomi khusus (otsus) oleh pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat.

Di dalam paparannya dengan panitia khusus (pansus) Otonomi Khusus Papua DPD RI, Suahasil mengatakan terdapat indikasi penyalahgunaan dana otsus oleh pemerintah daerah.

Beberapa di antaranya adalah Rp 556 miliar pengeluaran dana otsus tidak didukung data yang valid. Kemudian pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai aturan juga Rp 29 miliar dana otsus fiktif atau dana dicairkan tanpa ada kegiatan.

Baca juga: Dana Otsus Rp 126,9 Triliun Belum Bisa Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat Papua

"Perlu disampaikan teman-teman di macam-macam instansi pemerintah telah mengemukakan hal-hal yang perlu ditindak lanjuti, seperti temuan BPK," ujar dia di Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Selain itu, juga ada temuan dana otsus sebesar Rp 1,85 triliun yang didepositokan. Padahal seharusnya, dana tersebut digunakan untuk kegiatan ekonomi, pendidikan, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.

"Jadi harus diatur tata kelolanya, kalau ada aturan misal bisa dilakikan depositi. Tetapi tadi kan yang kita inginkan bukan deposito tetap kegiatan ekonomi, pendidikan dan peningkatan kegiatan masyarakat," ujar dia.

Pemerintah pusat di 2020 menganggarkan dana otsus untuk Provinsi Papua sebesar Rp 5,86 triliun dan Provinsi Papua Barat Rp 2,51 triliun.

Sementara, jika dihitung sejak awal undang undang otonomi khusus Papua berlaku di 2022, total yang dicairkan pemerintah untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp 126,99 triliun.

Dana otsus yang diterima oleh Papua sebesar Rp 93,05 triliun sejak 2002 dan Papua Barat sebesar Rp 33,94 triliun sejak 2009. Suahasil pun mengakui, pemanfaatan dana otsus oleh pemerintah daerah Papua dan Papua Barat masih belum maksimal.

"Meski ada perbaikan indikator kesejahteraan rakyat namun seharusnya bisa lebih optimal lebih cepat lagi," ujar dia.

Suahasil pun memaparkan terdapat cela dalam aturan mengenai dana otsus. Misalnya saja belum ada sistem pengendalian mulai dari rencana pengangguran hingga pelaksanaan.

Kemudian laporan pertanggung jawaban kegiatan yang dibiayai dana otsus belum mencerminkan target keuangan dan visi yang ditetapkan

"Idealnya selain target dana ditetapkan, di awal laporan juga seharusnya menyampaikan target yang ditentukan dipenuhi atau tidak. Selain itu monitoring dan evaluasi atas kegiatan ini dirasakan belum memadai. Jadi idealnya ada dananya, perencanaanya, target dan monitoringnya," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

?[POPULER MONEY] Kasus Korupsi Timah Seret Harvey Moeis | Pakaian Bekas Impor Marak Lagi

Whats New
Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Kemenhub Fasilitasi Pemulangan Jenazah ABK Indonesia yang Tenggelam di Perairan Jepang

Whats New
Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Apa Pengaruh Kebijakan The Fed terhadap Indonesia?

Whats New
Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Gandeng Telkom Indonesia, LKPP Resmi Rilis E-Katalog Versi 6

Whats New
Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Ekonomi China Diprediksi Menguat pada Maret 2024, tetapi...

Whats New
Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Berbagi Saat Ramadhan, Mandiri Group Berikan Santunan untuk 57.000 Anak Yatim dan Duafa

Whats New
Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Tarif Promo LRT Jabodebek Diperpanjang Sampai Mei, DJKA Ungkap Alasannya

Whats New
Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Bisnis Pakaian Bekas Impor Marak Lagi, Mendag Zulhas Mau Selidiki

Whats New
Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Cara Reaktivasi Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan

Work Smart
Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Kehabisan Tiket Kereta Api? Coba Fitur Ini

Whats New
Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Badan Bank Tanah Siapkan Lahan 1.873 Hektar untuk Reforma Agraria

Whats New
Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Dukung Pembangunan Nasional, Pelindo Terminal Petikemas Setor Rp 1,51 Triliun kepada Negara

Whats New
Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Komersialisasi Gas di Indonesia Lebih Menantang Ketimbang Minyak, Ini Penjelasan SKK Migas

Whats New
Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Mulai Mei 2024, Dana Perkebunan Sawit Rakyat Naik Jadi Rp 60 Juta Per Hektar

Whats New
KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

KA Argo Bromo Anggrek Pakai Kereta Eksekutif New Generation per 29 Maret

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com