Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti: Omnibus Law Cipta Kerja Rugikan Pekerja

Kompas.com - 27/02/2020, 13:22 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut isi omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, khususnya dalam bab ketenagakerjaan jelas-jelas merugikan pekerja.

"Memperdalam eksploitasinya (pekerja). Isinya jelas-jelas merugikan," kata Penelitian Pusat Peneliti Politik LIPI Fathimah Fildzah Izzati di Jakarta, Kamis (27/2/2020).

Wanita yang kerap disapa Fildzah ini menjelaskan, RUU Cipta Kerja disebut merugikan karena secara eksplisit menunjukkan liberalisasi ekonomi sebab adanya deregulasi yang mengurangi hak-hak dasar buruh.

Baca juga: Organisasi Pekerja: Bonus hingga 5 Kali Gaji Tak Signifikan untuk Kesejahteraan

Misalnya seperti penghilangan upah lembur di sektor tertentu dan penghilangan pembayaran upah saat cuti bagi pegawai wanita, seperti menstruasi, hamil, melahirkan, dan beribadah.

"Akhirnya akan menjadi masalah dan dijadikan dalih oleh para pengusaha untuk menghilangkan kewajiban membayar utang lembur. Selain itu membahayakan kesehatan buruh perempuan karena saat perempuan mengalami haid tubuhnya berada dalam keadaan rentan," jelas Fildzah.

Lebih lanjut Fildzah mengungkap, omnibus law bisa saja membuat pengusaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sewenang-wenang mengingat prinsip RUU Cipta Kerja easy firing dan easy hiring dengan dalih memudahkan masuknya investasi.

Bahkan, PHK sewenang-wenang bisa dilakukan akibat kecelakaan kerja yang dialami buruh.

Baca juga: Dalam Omnibus Law, Pekerja yang Kena PHK Tak Bisa Tuntut Perusahaan?

Dalam RUU Cipta Lapangan Kerja bab Ketenagakerjaan pasal 154 A disebutkan, pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya melampaui 12 bulan.

"Seharusnya kalau buruh mengalami kecelakaan kerja jangan di PHK. Jadi ini konsekuensi dari liberalisasi ekonomi, juga di dalamnya bisa saja relokasi produksi ke wilayah dengan upah yang murah, kerusakan alam, dan sebagainya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com