Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Perbedaan antara UMR, UMK, dan UMP

Kompas.com - 29/02/2020, 13:44 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam penetapan pengupahan di Indonesia, ada sejumlah skema yang biasa diterapkan. Pemilihan skema ini yang kemudian memengaruhi besaran upah yang diterima pekerja dari pengusaha.

Besarannya juga sangat tergantung dari masing-masing daerah yang umumnya menyesuaikan dengan harga kebutuhan pokok, tingkat inflasi, standar kelayakan hidup, dan variabel lainnya.

Upah minimum yang dibayarkan pengusaha kepada pekerja ini umumnya ditetapkan setiap tahun sekali. Kenaikan upah minimum dibahas bersama antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja atau lebih dikenal dengan tripartit.

Dalam skema pengupahan, orang mengenal Upah Minimum Regional (UMR). Meski sering jadi pakem dalam penyebutan upah, skema pengupahan dengan model UMR sebenarnya sudah tak lagi digunakan.

Baca juga: RUU Omnibus Law: Libur Cuma Sehari dalam Seminggu?

Penerapan UMR diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1999. Aturan ini kemudian direvisi lewat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, sehingga secara tidak langsung UMR kini sebenarnya sudah tak berlaku lagi. 

Dalam regulasi lawas itu, dijelaskan bahwa UMR merupakan upah minimum yang penetapannya dilakukan oleh gubernur yang menjadi acuan pendapatan buruh di wilayahnya.

Dalam proses penetapannya, tim yang disebut Dewan Pengupahan melakukan survei kebutuhan hidup pekerja dari kebutuhan pangan, sandang, hingga rumah yang kemudian diperoleh angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Istilah UMR kemudian digantikan dengan UMP dan UMK. Meski dalam praktiknya tak lagi digunakan, UMR masih sering digunakan dalam penyebutan upah minumum, bahkan oleh sebagian orang lebih sering menyebut UMR ketimbang menggunakan UMP dan UMK.

Baca juga: Upah Rata-rata Lulusan SMA vs SMK, Mana Lebih Tinggi?

Melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 226 Tahun 2000, UMR Tingkat I diubah menjadi Upah Minimum Provinsi (UMP). Sementara, UMR Tingkat II diubah menjadi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Artinya sebelum penggunaan istilah UMP dan UMK, semua penyebutan upah minimum menggunakan UMR, baik Tingkat I maupun Tingkat II. UMP merupakan perubahan nama dari UMR Tingkat I yang penetapannya oleh gubernur.

Sementara, UMK yang tak lain dulunya disebut UMR Tingkat II ini merupakan standar upah minimum yang berlaku di daerah tingkat kabupaten/kota, meski penetapannya tetap dilakukan oleh gubernur meski pembahasannya diusulkan oleh bupati atau wali kota.

Jika pada suatu kabupaten/kota belum bisa mengusulkan angka UMK, maka gubernur menjadikan UMP sebagai acuan untuk pemberian upah di kabupaten/kota tersebut.

Selain UMK dan UMP, ada dua istilah lain dalam aturan pengupahan. Pertama, Upah Minimum Sektoral (UMS) Provinsi, sebelumnya bernama Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I.

Adapun, di tingkat kabupaten/kota, dikenal dengan Upah Minumum Sektoral (UMS) Kabupaten/Kota. Sebelumnya, sebelumnya menggunakan istilah Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat I.

Baca juga: Omnibus Law, Upah Buruh yang Tak Bekerja karena Sakit, Cuti Melahirkan hingga Haid Terancam Tak Dibayar

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com