Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak dan IHSG Merosot, Investasi Apa yang Cocok?

Kompas.com - 10/03/2020, 15:44 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Usai perang dagang AS-China mewarnai tahun 2019, kini wabah virus corona dan anjloknya harga minyak membuat sentimen negatif beberapa hari terakhir.

Ini menyebabkan para investor kabur.

Seperti diketahui, harga minyak anjlok sebesar 20 persen setelah Rusia, produsen minyak terbesar kedua di OPEC +, menolak pemangkasan produksi minyak dunia.

Harga minyak global juga telah terpukul akibat rendahnya permintaan karena wabah virus corona.

Baca juga: IHSG Jeblok ke Level Terendah Sejak 2016, Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Begitu pun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih berfluktuasi. Setelah sempat berada di zona merah, pada penutupan perdagangan sesi I di Bursa Efek Indonesia (BEI) Selasa (10/3/2020), terlihat Indeks Harga Saham Gabungan ( IHSG) dibuka menghijau.

Melansir data RTI, pada pukul 12.00 WIB penutupan sesi awal IHSG berada pada level 5.255,18 naik 2,3 persen atau 118,37 poin dibanding penutupan Senin 5.149,49.

Lantas di momen saat ini, investasi apa yang cocok diadopsi investor?

Direktur Utama PT Danareksa Investment Management (DIM) Marsangap P Tamba mengatakan, pergerakan saham memang sangat krusial belakangan ini sehingga masih memungkinkan terjadi fluktuasi.

"Artinya secara umum saham-saham ditunggu dulu lah sampai Maret, karena fluktuasinya masih tinggi banget. Jadi better untuk nonton dulu," kata Marsangap di Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Baca juga: Lebih Untung Investasi Emas atau Saham Produsennya?

Namun, investor disarankan untuk melihat kembali saham-saham yang berhubungan dengan pemerintah (Badan Usaha Milik Negara/BUMN).

"Jadi kalau kita lihatnya saham mungkin semua yang berhubungan dengan pemerintah itu bisa benefit, bank-bank pemerintah, karya-karya (Hutama Karya, Wijaya Karya, dan sebagainya), saya pikir bisa dilihat," ujarnya.

Selain itu, saham-saham perusahaan yang bergerak disektor konsumer, yang berhubungan langsung dengan konsumsi juga perlu dipertimbangkan.

Pasalnya sekitar 70 persen pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang oleh daya beli masyarakat dan pemerintah.

"Konsumsi saya pikir awalnya stable dulu kali ya, kayak mobil rumah masih nunggu. Orang belum mau beli. Tapi saya pikir konsumsi sama government related, BUMN, kita cenderung ke situ sih policy-nya. Jadi infrastruktur related," ucap dia.

Baca juga: IHSG Terus Terkoreksi, Saatnya Investor Masuk ke Instrumen Saham?

Tak hanya itu, emas juga bisa menjadi pilihan karena biasanya investor akan mencari aset safe haven saat pasar tidak meyakinkan.

Begitu pun obligasi yang kemungkinan pergerakannya lebih stabil ketimbang saham.

Bila ingin beralih ke reksa dana, kata Marsangap, investor bisa memilih reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana pasar uang dengan porsi lebih besar ketimbang porsi reksa dana saham.

"(Rekomendasinya) mungkin 70 persen (dialokasikan ke dalam) pendapatan tetap, proteksi, dan pasar uang. Pokoknya alokasi ke saham secara tektikal saat ini lebih kecil lah karena fluktuasi masih lebar. Tapi ini kalau lihat jangka pendek ya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com