Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bolehkah Perusahaan Tahan Ijazah Karyawan? Ini Kata Pakar HRD

Kompas.com - 11/03/2020, 08:02 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terkadang karena alasan agar karyawan tidak mudah mengajukan resign, sejumlah perusahaan masih menerapkan kebijakan menahan ijazah pekerjanya. Praktik ini pun bahkan sudah dianggap lumrah bagi para pencari kerja. 

Meski akhirnya diterima bekerja, sebagian orang berpikir lebih baik memilih mundur dari pekerjaan yang dilamarnya ketimbang harus menyerahkan ijazahnya.

Lantas, sebenarnya bolehkah perusahaan menahan ijazah karyawannya?

Pakar Career Development, Audi Lumbantoruan, menjelaskan kebijakan perusahaan menahan ijazah memang tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan.

"Memang tidak ada aturannya di Undang-undang. Tapi kalau legalnya, itu boleh kalau ada agreement antara perusahaan dengan pihak employee (karyawan), di mana itu ada kesepakatan kedua belah pihak," jelas Audi kepada Kompas.com, Rabu (11/3/2020).

Baca juga: Seberapa Penting Nilai IPK di Mata HRD?

Kesepakatan kedua belah pihak terkait penahanan ijazah biasanya dicantumkan dalam perjanjian kerja yang ditandatangani kedua belah pihak. Bahkan dalam praktiknya, perusahaan menahan ijazah seringkali hanya berdasarkan kesepakatan lisan. 

"Permintaan khusus penahanan ijasah baiknya dikomunikasikan di awal dan tercantum di perjanjian kerja (PKWTT atau PKWT), bukan PKB," ungkap Audi. 

"Penahanan ijazah itu sudah terlalu kuno pendekatannya. Zaman sekarang modelnya adalah perjanjian bonding dengan penalti kalau karyawan itu memutuskan keluar," imbuhnya. 

Selain itu, praktik menahan ijazah dinilai kurang baik karena dinilai merugikan pekerja, ini karena posisi tawar perusahaan yang lebih tinggi jika karyawan setuju ijazahnya disimpan perusahaan.

Menurut Audi, penahanan ijazah bukan solusi yang bijak sebagai jaminan kontrak kerja atau cara membuat karyawan bertahan lama di perusahaan.

Baca juga: Lebih Baik CV Bahasa Inggris atau Indonesia? Ini Kata Pakar HRD

Dalam praktik di lapangan, perjanjian kerja yang dibuat perusahaan banyak yang mensyaratkan karyawan harus membayar penalti atau denda jika keluar sebelum masa kontraknya habis

Sebab, hal itu tidak hanya merugikan karyawan, tetapi juga perusahaan. Bilamana sewaktu-waktu ijazah itu hilang, rusak, dan terkena bencana, maka perusahaan dapat dituntut balik oleh karyawan.

"Kalau saya pribadi, praktik menahan ijazah itu keterlaluan. Itu cara-cara lama yang dipakai perusahaan supaya karyawannya tidak gampang keluar," terang Audi yang juga Head of People and Organization Capability Development Division Siloam Hospital ini.

Lanjut dia, ketimbang menahan ijazah karena tingginya keluar masuk atau turnover, sebaiknya perusahaan terus melakukan evaluasi menyeluruh terkait SDM.

"Artinya jika angka keluar masuk karyawan tinggi artinya ada masalah yang perlu diperbaiki. Apa ada masalah karyawan banyak resign karena kurang solid, kesalahan di manajemen seperti lingkungan kerja, kompetisi perusahaan, dan sebagainya," kata dia.

Dia menghimbau, bagi para pencari kerja agar lebih teliti dalam membaca perjanjian kerja, termasuk jika ada perusahaan yang masyaratkan menahan ijazah. Tujuannya agar tidak dirugikan di kemudian hari seperti terkena denda.

Ini karena kebijakan menahan ijazah tidak melanggar UU lantaran hal itu diatur dalam perjanjian kedua belah pihak. 

Baca juga: Bagi Fresh Graduate, Perhatikan 5 Hal Ini agar Lamaran Dilirik HRD

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Simak, 5 Cara Tingkatkan Produktivitas Karyawan bagi Pengusaha

Work Smart
Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Konflik Iran-Israel, Kemenhub Pastikan Navigasi Penerbangan Aman

Whats New
Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Terbit 26 April, Ini Cara Beli Investasi Sukuk Tabungan ST012

Whats New
PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

PGEO Perluas Pemanfaatan Teknologi untuk Tingkatkan Efisiensi Pengembangan Panas Bumi

Whats New
Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Daftar Lengkap Harga Emas Sabtu 20 April 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Tren Pelemahan Rupiah, Bank Mandiri Pastikan Kondisi Likuiditas Solid

Whats New
LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah BPRS Saka Dana Mulia

Whats New
Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Harga Emas Antam Sabtu 20 April 2024, Naik Rp 2.000 Per Gram

Spend Smart
Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Ini 6 Kementerian yang Sudah Umumkan Lowongan CPNS 2024

Whats New
Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Rincian Harga Emas Hari Ini di Pegadaian 20 April 2024

Spend Smart
Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Harga Bahan Pokok Sabtu 20 April 2024, Harga Ikan Tongkol Naik

Whats New
Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Aliran Modal Asing Keluar Rp 21,46 Triliun dari RI Pekan Ini

Whats New
Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kementerian PUPR Buka 26.319 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

[POPULER MONEY] Kartu Prakerja Gelombang 66 Dibuka | Luhut dan Menlu China Bahas Kelanjutan Kereta Cepat Sambil Makan Durian

Whats New
Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Ada Konflik di Timur Tengah, RI Cari Alternatif Impor Migas dari Afrika dan Amerika

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com