KOMPAS.com - Kondisi pasar modal yang fluktuatif belakangan merupakan salah satu kesempatan yang tepat untuk mengevaluasi kembali portofolio investasi.
Apakah investor masih bisa tidur nyenyak dengan penurunan yang terjadi? Bagaimana sebaiknya mengatur aset alokasi yang ideal?
Bisa tidur dengan nyenyak pada saat hasil investasi negatif merupakan indikator paling nyata seseorang bisa menerima risiko pasar modal. Sebaliknya jika sudah tidak bisa tidur nyenyak berarti memang sebaiknya beralih ke instrumen yang lebih konservatif.
Pertanyaan mengenai toleransi risiko memang menjadi salah satu pertanyaan standar dalam formulir pembukaan rekening reksa dana. Namun ironisnya terkadang investor harus merasakan dulu penurunan 15-20 persen baru bisa menjawab dengan jujur apakah dia benar siap atau tidak.
Baca juga: Harga Minyak Anjlok, Belum Ada Penarikan Besar-besaran Reksa Dana
Investor yang tidak siap, ketika mendapatkan kenyataan bahwa hasil investasi telah turun 15 persen, 20 persen atau bahkan lebih, biasanya akan mengambil keputusan seperti menghentikan investasi berkala. Ada juga yang melakukan cutloss karena khawatir kerugian bertambah banyak.
Apakah tindakan di atas salah? Tentu tidak. Semua orang bisa memutuskan apa yang terbaik dan nyaman bagi dirinya sendiri. Namun untuk kategori investor ini, sangat disarankan untuk tidak masuk lagi ke jenis reksa dana saham pada saat pasar sudah membaik.
Sebab yang namanya pasar saham memang fluktuatif. Sekalipun sudah naik nanti, situasi penurunan seperti ini berpotensi kembali berulang.
Untuk itu, jika nantinya memutuskan untuk berinvestasi kembali, bisa memilih jenis reksa dana yang lebih konservatif seperti pasar uang, pendapatan tetap dan terproteksi dengan tetap memperhatikan risikonya.
Bagaimana dengan investor yang siap? Reaksinya juga beragam. Ada yang tetap cutloss karena kerugian telah mencapai batas risiko yang ditetapkan sejak awal.
Namun tidak sedikit juga yang tetap melanjutkan investasi berkala atau bahkan melakukan pembelian dalam jumlah besar karena saat ini harga reksa dana saham memang sedang terdiskon.
Terdapat juga sebagian investor tetap berinvestasi di reksa dana saham karena percaya akan prospek jangka panjang, namun pada saat yang sama melakukan diversifikasi ke reksa dana pendapatan tetap karena kinerja yang baik dalam beberapa tahun terakhir.
Sebagai gambaran kinerja tahunan antara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi acuan reksa dana saham dan rata-rata reksa dana pendapatan tetap (RDPT) selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :
• Tahun 2015 IHSG -12,13 persen vs RDPT +3 persen
• Tahun 2016 IHSG +15,32 persen vs RDPT +8,02 persen
• Tahun 2017 IHSG +19,99 persen vs RDPT +10,72 persen
• Tahun 2018 IHSG -2,54 persen vs RDPT -2,20 persen
• Tahun 2019 IHSG +1,70 persen vs RDPT +9,00 persen
• Year to Date 11 Maret 2020 IHSG -17,12 persen vs RDPT +1,60 persen
Apakah diversifikasi ke reksa dana pendapatan tetap bisa menurunkan risiko? Tentu bisa. Sebagai contoh di tahun 2015 turun -12.13%, 2019 dimana IHSG hanya naik 1.7%, tahun 2020 hingga Maret IHSG turun -17.12%, reksa dana pendapatan tetap membukukan kinerja yang positif.
Namun pernah juga terjadi di tahun 2018, dimana IHSG dan reksa dana pendapatan tetap sama-sama turun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai instrumen diversifikasi, reksa dana pendapatan tetap masih belum “sempurna” karena masih bisa sama-sama turun.