JAKARTA, KOMPAS.com - Penyelesaian draf omnibus law RUU Cipta Kerja yang ditargetkan selama 100 hari ke depan masih belum terlihat.
RUU ini pun memperoleh banyak tanggapan dari beragam pihak, mulai dari pujian hingga kritik.
Menurut dosen ekonomi dan keuangan FEBI Universitas Islam Negeri (UIN) Bandung Setia Mulyawan, RUU Cipta Kerja dapat menyelaraskan kepentingan investor dan pekerja.
"Dalam RUU omnibus law yang sedang hangat dibicarakan ini, kepentingan investor dan pekerja secara seimbang diakomodasi," jelas Setia dalam keterangannya, Kamis (12/3/2020).
Baca juga: Peneliti: Omnibus Law Cipta Kerja Rugikan Pekerja
Setia menjelaskan, investor pasti berkepentingan terhadap regulasi yang memudahkan dan cepat, biaya murah untuk berbagai urusan seperti perizinan, tenaga kerja dan lainnya.
"Kepentingan lainnya adalah jaminan keamanan investasi, juga keberlangsungan usaha terjaga," sebutnya.
Sementara itu, kepentingan pekerja antara lain upah yang sesuai atau lebih baik dari standar hidup layak, dan jaminan keberlangsungan bekerja.
"Pekerja juga butuh ketenangan, kenyamanan bekerja dan penghargaan atas masa kerja. Tentu masih ada kepentingan-kepentingan lain, tapi secara umum jika ini tercukupi ya iklim usaha secara umum akan kondusif," imbuh dia.
Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja Fokus pada Tujuh Juta Pencari Kerja
Setia memandang, kedua kepentingan ini yang dicoba untuk dipertemukan di dalam RUU Cipta Kerja. Sebab, bila dilihat dari klaster drafnya, RUU ini mengakomodasi dua kepentingan tersebut.
"Meskipun dalam beberapa poin, wajar saja bila dikritisi dengan semangat memperbaiki," ungkapnya.
Selain itu, semangat RUU omnibus law adalah dalam mengatasi masalah pengangguran. RUU ini memang diharapkan mendorong dengan cepat penambahan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, lapangan kerja yang sudah ada juga tidak berpindah ke negara lain yang lebih kompetitif.
"Ini kan catatan penting yang selama ini banyak dibicarakan. Sudah ada lapangan kerja, terus pindah ke negara tetangga karena kita kalah kompetitif," terangnya.
Baca juga: Omnibus Law Cipta Kerja Fokus pada Tujuh Juta Pencari Kerja
Mengutip data Kemenko Perekonomian RI tahun 2020, Mulyawan menyebutkan angka pengangguran saat ini mencapai 7,05 juta dan angkatan kerja mencapai 2,24 juta.
Sementara masyarakat dalam kategori setengah penganggur sebanyak 8,14 juta, dan pekerja paruh waktu 28,41 juta.
"Jadi total 45,84 juta atau 34, 4 persen angkatan kerja bekerja tidak penuh. Bayangkan jika ditambah jumlah penduduk yang bekerja pada sektor informal sebanyak 70,49 juta orang atau 55,72 persen dari total penduduk yang bekerja. Ini jumlah yang memang harus dipastikan solusinya," tutur Setia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.