Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Stimulus Redam Dampak Corona, Defisit APBN Naik Rp 125 Triliun

Kompas.com - 13/03/2020, 12:47 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wabah virus coroan turut memberikan dampak negatif terhadap perekonomian dalam negeri.

Untuk itu pemerintah pun menggelontorkan berbagai stimulus, salah satunya stimulus fiskal dengan pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, PPh 22 impor, dan PPh pasal 25.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menjelaskan, dengan berbagai stimulus yang digelontorkan tersebut, defisit Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) tahun fiskal 2020 bakal melebar jadi 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

 

Baca juga: Pemerintah Guyur Insentif Tangkal Corona, Defisit APBN Bakal Melebar

Di dalam Undang-undang APBN 2020, pemerintah menargetkan defisit sebesar 1,76 persen dari PDB.

"APBN kita akan defisit, akan naik 2,5 persen dari PDB," jelas Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (13/3/2020).

Lebih lanjut dirinya menjelaskan, stimulus yang digelontorkan oleh pemerintah nilainya setara 0,8 persen dari PDB atau Rp 125 triliun.

"Karena belanja tidak kita rem, tapi penerimaan menurun. By design kita relaksasi defisit yang membesar," ujar Bendahara Negara.

Sri Mulyani pun merinci, dari relaksasi PPh pasal 21 atau pajak gaji karyawan, nilai relaksasinya bakal mencapai Rp 8,6 triliun.

Angka tersebut merupakan estimasi yang dihitung dari kinerja perusahaan per tahun 2019.

Baca juga: Awal 2020, Defisit APBN Capai Rp 36,1 Triliun

Adapun untuk relaksasi PPh 22 impor, besaran pajak yang tidak dibayarkan perusahaan diperkirakan bakal mencapai Rp 8,15 triliun.

Implementasi relaksasi PPh 22 bakal berlaku untuk 19 sektor industri manufaktur yang paling terdampak virus corona.

"19 sektor industri tersebut merupakan rekomendadsi KADIN dan APINDO. Karena perusahaan itu terdistruksi impor bahan bakunya dari RRT, mereka harus menunggu atau cari supply lain untuk bahan bakunya, kita relaksasi untuk pasal 22 impor mereka. Ini akan sangat membantu perusahaan dari sisi cashflownya," jelas dia.

Untuk PPh pasal 25, atau pajak penghasilan korporasi akan diberi diskon sebesar 30 persen kepada 19 sektor industri manufaktur.

"Sama seperti PPh 22 baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE, termasuk yang UMKM, ini diberlakukan April sampai September 6 bulan, Ini akan mengurangi beban cashflow perusahaan yang biasanya melakukan PPh 25 sebesar Rp 4,2 triliun," terang Sri Mulyani.

Baca juga: Hingga Akhir 2019, Defisit APBN Capai Rp 353 Triliun

Untuk stimulus beripa Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pemerintah tidak memberikan batasan restitusi dan pelonggaran audit untuk eksportir.

Sementara untuk non manufaktur akan diberikan resitusi dengan pelonggaran batasan dari Rp 1 miliar menjadi Rp 5 miliar.

Sri Mulyani memperkirakan, total restitusi bakal mencapai Rp 1,97 triliun.

"Jadi untuk 19 sektor tertentu restitusi PPN ini dan trutama eksportir mendapatkan relaksasi resiturusi PPN dipercepat dimulai April sampai dengan Maret sampai dengan September," jelas Sri dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com