BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Departemen Perdagangan Internasional Inggris di Indonesia (DIT Jakarta)

Menilik Pulau Orkney, Wilayah Berpredikat Terbaik se-Britania Raya

Kompas.com - 18/03/2020, 11:51 WIB
Hotria Mariana,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Kepulauan Orkney dinobatkan sebagai salah satu tempat tinggal terbaik di Britania Raya.

Hal tersebut terungkap lewat hasil survei Halifax, divisi Bank of Scotlandia yang setiap tahunnya rutin mencari tempat-tempat terbaik untuk hidup di wilayah Inggris Raya.

Soal predikat, ini bukan kali pertama bagi Orkney. Selama delapan tahun berturut-turut, riset Halifax telah melaporkan hasil yang serupa. Bahkan, pada 2019, Orkney berhasil menduduki posisi pertama dari daftar 50 kota atau kabupaten terbaik se-Inggris Raya.

Menyadur The Guardian, Sabtu (26/1/2019), predikat tersebut diperoleh lantaran Orkney selalu memenuhi aspek-aspek yang berkaitan dengan kesejahteraan, kesehatan, keamanan, kenyamanan, pendidikan, dan kualitas hidup.

Misalnya, dari segi kesejahteraan. Sebanyak 88 persen penduduk Orkney yang berusia 16-64 tahun memiliki pekerjaan dengan pendapatan tiap minggunya sebesar 671 poundsterling atau sekitar Rp 12 juta berdasarkan kurs saat itu.

Kondisi tersebut didukung pula dengan harga rumah yang lebih terjangkau dibandingkan wilayah lain di Inggris.

Soal keamanan pun Orkney layak diacungi jempol. Pasalnya, tingkat kejahatan di sana terbilang sangat rendah. Belum lagi faktor kesehatan, di mana 97 persen warganya mengaku dalam kondisi baik dan cukup baik.

Bisa jadi itulah yang mendorong tingkat kepuasan hidup di sana juga tinggi. Sebab, laporan Badan Statistik Nasional yang diterbitkan Press and Journal, Sabtu (26/1/2019), menunjukkan penduduk Orkney adalah orang-orang paling bahagia se-Inggris Raya.

Tak hanya unggul dalam soal kesejahteraan, kesehatan, keamanan, kenyamanan, pendidikan, dan kepuasaan hidup, Orkney ternyata juga mampu mengembangkan teknologi renewable energy (energi terbarukan) yang aman dan ramah lingkungan.

Adapun energi terbarukan yang berhasil dikembangkan, antara lain energi angin, energi kelautan dan hidrogen.

Berkat kemampuan tersebut, khususnya dalam hal pemanfaatan tenaga angin sebagai sumber energi, Orkney dapat memenuhi kebutuhan pasokan listrik secara mandiri sekaligus berkontribusi terhadap produksi listrik nasional di Inggris Raya.

Namun, perlu diketahui, bukan perkara mudah bagi masyarakat Orkney untuk beralih menggunakan energi terbarukan tersebut. Ini lantaran tadinya mereka begitu bergantung kepada energi fosil.

Butuh lebih dari tiga dekade bagi Orkney untuk mengubah sistem energinya. Hingga pada 2013, wilayah ini resmi mengakhiri ketergantungannya akan energi fosil.

Hasilnya, selain baik untuk lingkungan, pemanfaatan energi terbarukan di Pulau Orkney juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi dengan terciptanya lapangan kerja baru.

Alhasil, tak sedikit warga Orkney bangga dengan segala keunggulan dan kecanggihan teknologi yang mereka miliki.

Lalu, apakah Indonesia bisa seperti Orkney?

Bisa saja, apalagi dalam hal pengembangan energi terbarukan.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Harris Yahya sempat berkunjung ke Orkney pada 23-25 September 2019 lalu.

Dari kunjungannya, Harris yakin bahwa banyak pengalaman sukses terkait pengembangan energi terbarukan di Orkney yang bisa diterapkan di Indonesia.

Peluang tersebut kian besar bila melihat beberapa hal. Pertama, Indonesia memang kaya akan sumber energi terbarukan, seperti angin, matahari, air, panas bumi, dan arus laut. Pun, bentukan geografisnya merupakan negara kepulauan.

Kedua, Pemerintah sendiri sudah menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 mendatang, sebagaimana dijanjikan dalam Conference of The Parties (COP) 21.

Dalam konferensi yang digelar di Paris pada 2015 tersebut, Indonesia juga berkomitmen untuk ikut mengurangi emisi karbon sebesar 29 hingga 41 persen pada 2030. Upaya ini lantas ditempuh lewat konservasi energi dan promosi sumber energi bersih dan terbarukan (EBT).

Ketiga, bila dikaitkan dengan fenomena krisis iklim, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, peralihan sumber energi seperti di Orkney perlu segera dilakukan.

“70 persen dari emisi gas rumah kaca dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil dan untuk mengatasi perubahan iklim dalam jangka panjang, maka perlu ada perubahan. Dari yang tadinya menggunakan bahan bakar fosil menjadi penggunaan sumber-sumber energi yang menghasilkan emisi rendah,” kata Fabby.

Dari ketiga hal di atas, ini artinya Indonesia memang berpeluang untuk menerapkan teknologi energi terbarukan seperti di Pulau Orkney.

Peluang tersebut malah sudah terjadi

Beralih dari energi fosil ke energi baru terbarukan bukan lagi sekadar wacana atau janji belaka di negara ini. Pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu buktinya.

Melalui program Sumba Iconic Island, warga di sana diajarkan bagaimana memanfaatkan sekaligus mengembangkan tenaga angin dan mikro hidro sebagai sumber energi.

Hasilnya, Pulau Sumba kini bisa memasok kebutuhan energinya secara mandiri.

Meski begitu, Pulau Sumba masih menghadapi sejumlah tantangan. Energi angin dan mikro hidro di sana masih sepenuhnya bergantung pada cuaca. Alhasil, saat musim kemarau, kerap terjadi mati listrik selama dua jam setiap harinya.

Contoh lain penerapan energi terbarukan di Indonesia bisa dijumpai pada Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap, Sulawesi Selatan.

Dari total 30 kincir angin raksasa setinggi 80 meter dan baling-baling 57 meter, PLTB pertama dan terbesar di Asia Tenggara tersebut dapat menghasilkan listrik berkapasitas 75 megawatt.

Ke depan, untuk lebih mengoptimalkan energi terbarukan tersebut, Indonesia bisa merujuk kepada Pulau Orkney yang terbukti sukses melakukan transisi energi sebagai contohnya.

Belajar dari Orkney pun dirasa semakin perlu, karena energi terbarukan dapat menjadi solusi efektif bagi penyediaan energi masa depan di Tanah Air, mengingat geografis Indonesia bersifat kepulauan seperti Orkney.

Dengan demikian, pembangunan rendah karbon (bahkan hingga 100 persen) seperti yang di Orkney bisa juga terjadi di Indonesia.


Terkini Lainnya

komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com