Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Hindari Petani Merugi, Pemerintah Atur Ketat Pendaftaran Pestisida

Kompas.com - 19/03/2020, 20:17 WIB
Inadha Rahma Nidya,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Pelaksana tugas (Plt) Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Rahmanto mengatakan, pestisida diperlukan untuk mengendalikan mutu hasil pertanian.

Di satu sisi, Direktur Jenderal PSP Kementan Sarwo Edhy mengatakan, penggunaan pestisida harus benar-benar sesuai dengan peraturan dan prosedur agar manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding dampak negatifnya.

“Bagaimana pun pestisida tetap harus ramah lingkungan. Kami juga ingin memperkuat kelembagaan di bidang pestisida,” kata Edhy, seperti dalam keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Kamis (19/3/2020).

Edhy menambahkan, pestisida palsu dan ilegal yang tidak diketahui mutu serta efikasinya sangat merugikan petani. Hal tersebut karena harganya sama dengan produk asli, namun kualitasnya rendah.

Baca juga: Pestisida Dapat Merusak Fungsi Otak pada Bayi Lebah, Kenapa Begitu?

“Produsen pestisida juga dirugikan terkait hak kekayaan intelektual. Yang tidak kalah penting adalah dapat menghambat ekspor hasil pertanian karena dinilai terlalu banyak terpapar residu pestisida,” kata Edhy.

Atas risiko penggunaan pestisida terhadap keselamatan manusia dan lingkungan, Rahmanto mengatakan, pemerintah wajib mengatur penggunaannya.

“Pemerintah berkewajiban mengatur perizinan, peredaran, dan penggunaan pestisida,” kata Rahmanto.

Pemerintah pun mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida.

Baca juga: Kementan: Jangan Palsukan Pestisida

“Permentan tersebut untuk mengurangi penggunaan pestisida yang tidak terdaftar dan ilegal, melindungi lingkungan hidup, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan, serta memberi kepastian hukum bagi pelaku usaha,” kata Rahmanto, pada acara Mubes Asosiasi Crop Care 2020.

Beberapa substansi yang berubah setelah Permentan 43 dikeluarkan adalah izin sementara, dan izin percobaan.

Pada Permentan 39, izin sementara belum diatur. Sementara itu, perpanjangan izin percobaan yang semula di Permentan 39 dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu 1 tahun, pada Permentan 43 berubah menjadi dapat diperpanjang 2 kali untuk jangka waktu masing-masing 1 tahun.

Rahmanto mengatakan, peraturan tersebut sudah melalui pembahasan tentang kriteria teknis dengan instansi dan asosiasi terkait. Pihaknya juga telah mengakomodir batas minimal hasil uji mutu dan beberapa bahan aktif pestisida biologi sesuai dengan SNI.

Baca juga: Uji Lab Ungkap Sayur di Ambon Terpapar Pestisida, Petani Merugi

Sementara itu, untuk pestisida rumah tangga dan pengendalian vektor penyakit pada manusia, sudah dilakukan pembahasan terkait bentuk formulasi yang tidak perlu dilakukan uji iritasi dan sensitisasi.

“Kami perlu membahas dengan asosiasi agar publik dapat melaksanakan secara profesional, efesien, dan efektif,” kata Rahmanto.

Edhy pun meminta Komisi Pestisida ikut mengawasi para pelaku usaha agar konsisten.

“Pestisida yang beredar di lapangan harus sesuai dengan komposisi yang didaftarkan. Jangan sampai setelah mendapat izin dan dikemas dalam botol, dikurangi komposisinya. Kasihan petani, jangan merugikan petani,” kata Edhy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Satgas Pasti Temukan 100 Penipuan Bermodus Duplikasi Lembaga Keuangan

Whats New
Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Erick Thohir Minta BUMN Optimalisasi Pembelian Dollar AS, Ini Kata Menko Airlangga

Whats New
Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Pelemahan Rupiah Bakal Berdampak pada Harga Barang Impor sampai Beras

Whats New
Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Apa Mata Uang Brunei Darussalam dan Nilai Tukarnya ke Rupiah?

Whats New
Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Posko Ditutup, Kemenaker Catat 965 Perusahaan Tunggak Bayar THR 2024

Whats New
Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Antisipasi El Nino, Kementan Dorong 4 Kabupaten Ini Percepatan Tanam Padi

Whats New
Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Laba RMKE Cetak Laba Bersih Rp 302,8 Miliar pada 2023

Whats New
Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Perputaran Uang Judi Online di RI sampai Rp 327 Triliun Setahun

Whats New
Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Bapanas Pastikan Konflik Israel-Iran Tak Pengaruhi Masuknya Komoditas Pangan yang Rutin Diimpor

Whats New
Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Pasca Akuisisi BPR, KoinWorks Fokus Inovasi dan Efisiensi Tahun Ini

Whats New
Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Lion Air Bantah 2 Pegawai yang Ditangkap Menyelundupkan Narkoba Merupakan Pegawainya

Whats New
Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Indofarma Akui Belum Bayar Gaji Karyawan Periode Maret 2024, Mengapa?

Whats New
Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Pesetujuan KPR BSI Kini Hanya Butuh Waktu Satu Hari

Spend Smart
Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Bank Sentral Inggris Diprediksi Pangkas Suku Bunga pada Mei 2024

Whats New
Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Cara Membuat Kartu ATM BCA Berfitur Contactless

Work Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com