KOMPAS.com - Sejak berdiri pada 2015, Xendit menyediakan layanan untuk memudahkan proses transaksi, mulai dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal hingga startup kelas kakap di Indonesia.
Startup financial technology (fintech) itu memang berperan sebagai penyedia sistem pembayaran (payment gateway).
Hanya dalam empat tahun, ribuan pelaku bisnis lainnya memercayakan sistem pembayaran bisnis mereka ke Xendit, baik itu e-commerce, platforms and marketplaces, gaming, insurance, dan travel.
“Ide awal kami adalah memajukan infrastruktur pembayaran di Indonesia,” ujar CEO dan Co-founder Xendit, Moses Lo, dalam pernyataan tertulis, Selasa (24/3/2020).
Baca juga: BI Resmikan Gerbang Pembayaran Nasional
Ia mengatakan, Xendit ingin startup, UMKM, dan bisnis lainnya dapat tumbuh cepat tanpa harus mengkhawatirkan tentang infrastruktur pembayaran.
“Sehingga mereka dapat benar-benar berkonsentrasi pada hal-hal yang lebih penting,” ujarnya.
Melalui sejumlah eksperimen product market-fit, Moses dan Co-founder Xendit, Tessa Wijaya, memutuskan untuk fokus dan membangun payment gateway setelah mendapatkan umpan balik dari beberapa calon pelanggan potensial.
Xendit pun memprioritaskan tiga hal, yakni kecepatan lewat integrasi yang cepat, kesederhanaan berupa integrasi mudah dan penetapan harga yang sesuai, serta layanan terbaik dengan adanya tim customer service yang responsif.
Dalam perkembangannya, Xendit dipercaya dan didukung sejumlah venture capital (VC) terbesar di dunia, yang berinvestasi pada Facebook, Slack, Twitch dan Grab, dan merupakan alumni dari akselerator bergengsi YCombinator (S15).
Gebrakan Xendit dalam menyediakan solusi dalam era revolusi industri 4.0 memang tak lepas dari tangan dingin Moses Lo sebagai CEO dan Co-Founder Xendit.
Ia bahkan terpilih sebagai tokoh 30 Under 30 versi Forbes Indonesia baru-baru ini. Di bawah kepemimpinannya, Xendit bersiap menjadi unicorn Indonesia berikutnya.
Moses memang lahir di dalam keluarga pengusaha. Kakeknya yang tidak memiliki latar belakang pendidikan apapun menyekolahkan anak-anaknya di luar negeri.
Ayahnya kemudian masuk ke dunia wirausaha dan Moses tumbuh di lingkungan tersebut.
“Mimpi saya saat masih sekolah adalah memulai bisnis saya sendiri dan membangun sesuatu yang dapat memberikan dampak positif besar kepada sekitar,” kata peraih gelar MBA dari UC Berkeley itu.