"Dengan lockdown berbasis pulau memungkinkan aktivitas masyarakat setempat tidak terhenti tetapi, orang yang mengidap atau pembawa virus dihambat untuk memasuki wilayah NTT, apalagi pindah dari pulau ke pulau di NTT," tulis Kompasianer Herman Seran. (Baca selengkapnya)
3. Penjualan di Masa Covid-19: Pemasaran Alami Koma, Ujung Tombak di Ujung Tanduk
Dalam sudut pandang pemasaran, menurut Kompasianer Freddy Kwan, panic buying ini membuat kita memasuki kondisi di mana pemasaran mengalami koma, yaitu kondisi di mana Ilmu Pemasaran tidak lagi dipakai secara utuh dalam memasarkan produk.
Sebagai contoh, saat pemerintah mengimbau bekerja dari rumah untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, tim penjual dan logistik tidak serta merta bisa melaksanakan imbauan tersebut.
"Dalam kondisi seperti ini, sangat penting bagi perusahaan untuk menjaga ketersediaan produknya di pasar (Place). Kekosongan produknya di pasar dalam kondisi ini, hanya menjadi pembuka jalan bagi kompetitornya untuk merebut pasar," lanjutnya
Namun, strategi apalagi yang tepat dalam menanggulangi turunnya konsumen yang akan dan telah terjadi ini? (Baca selengkapnya)
4. Mereka yang (Terpaksa) Pede Meski Tak Ada APD
Fenomena keterpaksaan tenaga medis menggunakan jas hujan sebagai APD terjadi di berbagai daerah, termasuk di salah satu RS Rujukan Covid-19 di Kota Tegal.
Tenaga medis ini harus APD yang dapat melindungi seluruh bagian tubuh dari kaki hingga kepala. Bentuk APD yang umum dipakai oleh tenaga medis ini adalah baju Hazmat, googles, sarung tangan, masker N95, dan sepatu boot.
"Kenyataan di lapangan hazmat sangat langka, sehingga para tenaga medis fasilitas kesehatan di berbagai daerah terpaksa berinisiatif memakai jas hujan sebagai pengganti Hazmat untuk menutupi tubuh mereka," tulis Kompasianer Musfiq Fadhil.
Jika tidak cepat diatasi atas kekurangan peralatan ini, maka nasib para tenaga medis sungguh mengkhawatirkan, seperti diminta berperang tapi tidak dipersenjatai. (Baca selengkapnya)
5. Salah Telanjur Tinggalkan Jakarta dalam Situasi Bahaya Covid-19
Sebagai karyawati di sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang telekomunikasi dan digital, sebenarnya hal biasa bagi Kompasianer Getha Dianari setiap akhir pekan pulang ke Bandung.
Akan tetapi, pada kepulangannya kali itu, membuatnya tidak bisa kembali ke Jakarta untuk melanjutkan pekerjaannya pada Senin pekan depan.
"Saya memasang reminder di kalender ponsel pada 26 Maret 2020 "cek kondisi kesehatan orang rumah". Tanggal tersebut adalah hari ke-14 setelah saya meninggalkan Jakarta, saya ingin memastikan bahwa setelah masa inkubasi virus selama 14 hari tidak ada gejala yang terjadi," tulisnya.
Namun sayang, pada 24 Maret 2020, Kompasianer Getha Dianari menderita pilek dan tenggorokan sakit yang membuatnya tidak bisa kembali ke Jakarta. (Baca selengkapnya)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.