Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Miris Warga Korsel yang Berpenghasilan Rendah Saat Corona

Kompas.com - 30/03/2020, 15:05 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jung Mi-kyeong, lebih banyak termenung di toko kecilnya yang menjual pakaian outdoor. Biasanya di bulan Maret seperti sekarang, jadi periode paling sibuk di tokonya karena banyak orang Korea Selatan berbelanja mencari pelaratan liburan outdoor seperti kemah dan hiking selama musim semi.

Tetapi, apa yang terjadi dalam sebulan terakhir, tokonya sangat sepi pembeli. Selama 25 tahun menjual pakaian di Kota Paju, Barat Laut Seoul, dia mengaku tak pernah mengalami periode sesulit sekarang.

"Saya mulai pulang lebih awal pada pada jam 5 sore, karena tak pelanggan yang datang," kata dia seperti dikutip dari SCMP, Senin (30/3/2020).

Di Korsel, lebih dari 9.300 kasus positif virus corona atau Covid-19 ditemukan dengan angka kematian lebih dari 130 orang. Pemerintah Korsel terpaksa menerapkan langkah pembatasan aktivitas dengan menutup sejumlah fasilitas umum, perkantoran, dan sekolah-sekolah untuk menekan infeksi.

Baca juga: Asosiasi Peritel Minta Akses Ojek Online ke Mal Dipermudah, Kenapa?

Tetapi di sisi lain, kebijakan ini berdampak negatif pada mereka yang menggantungkan hidup pada usaha kecil dan sektor-sektor informal.

Menurut Jung yang tinggal bersama suaminya, masa selama wabah corona berlangsung adalah waktu yang sulit bagi pekerja yang berpenghasilan di bawah rata-rata pendapatan bulanan sebesar 2.991.910 won atau sekitar 2.408 dollar AS (Rp 39,55 juta).

"Kalau sekarang, saya dianggap sudah beruntung kalau bisa menghasilkan 10.000 won (8 dollar AS) per hari," kata Jung.

Kondisi serba susah ini tak dirasakan para pekerja kantoran yang memiliki penghasilan cukup tinggi dan berpenghasilan tetap. Mereka tetap mendapatkan gaji meski diharuskan bekerja dari rumah.

Baca juga: Asosiasi Peritel Minta Akses Ojek Online ke Mal Dipermudah, Kenapa?

Sebelum datang corona, hidup Jung bukan berarti bisa ditakatakan berkecukupan. Penghasilan bulanannya di bawah 900.000 won (716 dollar AS). Dia bersama suaminya menerima uang bantuan dari pemerintah.

Bagaimana mereka bertahan hidup?

Banyak para pedagang kecil di pasar-pasar tradisional Korsel yang mengalami nasib serupa. Mereka mengalami kesulitan keuangan saat pembatasan diberlakukan pemerintah.

Para warga berpenghasilan rendah ini masih tertolong berkat paket stimulus dari pemerintah sebesar 11,7 triliun won yang diberikan dalam bentuk pinjaman darurat berbunga rendah untuk pelaku usaha UMKM di Korsel agar tetap bisa bertahan.

Jung sendiri, tetap bisa membuka usahanya karena sewa bulanan tokonya didiskon sebesar 50.000 won dari pemiliknya.

"Hampir setiap hari, sebenarnya saya ingin berhenti datang ke toko saya (karena terlalu sepi). Tapi saya terus membuka toko setiap pagi, berharap ada perubahan," kata Jung.

Yi Sang-gu, Presiden Welfare State Society, lembaga tink tank yang berfokus pada kebijakan pemerintah terkait kesejahteraan yang juga mantan Kepala Kebijakan di Kantor Staf Kepresidenan Korsel menyebut kalau kelas pekerja menghadapi masalah serius selama pandemi corona.

Baca juga: Catat, PNS Kerja dari Rumah hingga 21 April 2020

"Sementara keluarga yang tinggal di rumah-rumah besar tidak mengalami banyak masalah dalam jangka waktu lama. Tapi ini masalah besar bagi orang-orang yang hanya tinggal di flat kecil berukuran 3,3 meter persegi selama berbulan-bulan, pada suatu waktu mereka bisa menghadapi kesulitan fisik dan mental yang serius," jelas Yi.

Ha Young-suh, yang berperan sebagai orang tua tunggal yang tinggal di Pohang memiliki anak perempan berusia 8 tahun. Dia memenuhi kebutuhan dengan menjual tas tangan dengan menyewa lapak kecil di sebuah departement store.

Tetapi sebagian besar harinya saat ini, hanya lebih sering menjual satu tas saja dalam sehari meski bekerja sampai jam 9 malam.

Berbeda nasib dengan para orang tua yang mampu membayar pengasuh atau guru les untuk anak-anak mereka saat mereka bekerja, Ha nyaris tidak memiliki penghasilan yang cukup untuk makan sehari-hari dan membayar uang sewa tempat tinggal bersama anaknya.

Baca juga: Akibat Lockdown, Banyak Orang India Tak Sanggup Bayar Kontrakan

Untungnya di tengah kehidupannya yang miris, dia masih bisa bertahan karena mengandalkan bantuan pemerintah untuk sekolah anaknya.

Di Seoul, di tempat banyak para gelandangan dan pekerja berpenghasilan rendah ditampung, dapur umum juga banyak ditutup setelah pembatasan dilakukan pemerintah dan hanya menyisakan sedikit bantuan bagi tunawisma ini.

"Kami tetap buka, karena ratusan orang tunawisma tidak akan memiliki lagi tempat untuk makan jika kami tiba-tiba tutup, kata Woo Yeon-shik, Direktur Dream City Center.

"Akibatnya bisa terlihat, antrean di dapur umum yang biasanya hanya 400 orang, sekarang mencapai 700 orang yang berjejalan mengharapkan makanan," kata Woo.

Kim Ha-sik, mengaku sangat bergantung pada Dream City Center untuk memenuhi kebutuhan makan. Dirinya setiap hari berjalan kaki dari rumah penginapan bertarif murah yang disewanya tak jauh dari dapur umum tersebut. Bantuan makanan dari pusat penampungan gelandangan sangat membantu dirinya. 

Sebelum ada corona, dia bisa dengan mudah menemukan pekerjaan sebagai pekerja konstruksi serabutan dengan bayaran 150.000 won (121 dollar AS) setiap harinya.

Baca juga: Pemerintah Larang PNS Mudik Lebaran

"Tapi sekarang tidak ada lagi pekerjaan untuk orang-orang seperti saya. Saya menyimpan uang yang hanya cukup untuk membayar sewa tinggal dua bulan lagi," kata dia sambil menunjukan kantong plastik berisi tiga lembar uang kertas 50.000 won.

Sementara itu, para manula jadi warga yang paling rentan terkena Covid-19, terutama bagi mereka yang hidup sendirian. Penutupan pusat komunitas dan kesejahteraan yang menampung manula di banyak tempat di Korsel jadi pukulan besar bagi kehidupan mereka.

Ada sekitar 14.000 manula yang tinggal sendirian di Paju dan lebih dari 740.000 manula yang hidup sendirian di negara tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com