Namun demikian, Aviliani tetap khawatir terhadap kesehatan perbankan itu sendiri. Kekhawatirannya tersebut sejalan dengan relaksasi kredit yang diberikan yakni dengan pinjaman dibawah Rp 10 miliar.
Sedangkan sektor-sektor yang terpengaruh dampak Covid-19 sebagian besar pinjaman mereka di bawah Rp 10 miliar.
"Sebagian besar pinjaman mereka itu di bawah Rp 10 miliar, nah itu pasti akan terjadi masalah mismatch atau cashflow buat banknya sendiri. Nah bagi masyarakat sendiri tetap ada problem, karena dengan penundaan cicilan bunga juga tetap, jadi itu dihitung bunga setahun lagi ke depan dan justru beban dia akan naik," ungkap Aviliani.
Baca juga: Leasing Mulai Terima Pengajuan Kelonggaran Kredit, Ini Cara dan Syaratnya
Ia mengungkapkan, jika relaksasi kredit atau penundaan cicilan diberlakukan kepada semua debitur, maka dampak ke perbankannya akan besar sekali terutama pada rasio kredit bermasalah (NPL).
Ia memperkirakan, NPL bank akan melonjak tinggi dari posisi sekarang ini yang berada pada kisaran 2,79 persen (gross) dan NPL net 1 persen per Februari 2020.
Dengan kondisi demikian, tentu yang harus diperhatikan oleh regulator adalah dari sisi kesehatan perbankan sendiri.
"Di negara lain justru sektor keuangan yang paling dijaga jangan sampai jatuh, karena kalau sektor keuangan itu jatuh dampaknya bisa kemana-mana kan," terang Aviliani.