Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS

Komisi IV: Pembebasan Impor Bawang Putih dan Bombai Ancam Swasembada Hortikultura

Kompas.com - 31/03/2020, 08:08 WIB
Inang Sh ,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Anggota DPR RI dari Komisi IV Andi Akmal Pasluddin menanggapi kebijakan pembebasan impor bawang putih dan bawang bombai hingga 31 Mei 2020 dari Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Menurutnya, bila pembebasan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) ini terus dilanjutkan, pemerintah melalui Kemendag melanggar Undang-Undang No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.

Sebab, lanjut Andi, kebijakan ini berkonsekuensi tidak akan memerlukan lagi RIPH dari Kementerian Pertanian (Kementan) dan Surat Perizinan Impor (SPI) dari Kemendag.

Padahal, terangnya, UU Hortikultura No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura sangat tegas meminta segala rekomendasi perizinan mesti dipenuhi yang berasal dari kementerian teknis.

Baca juga: Harga Bawang Putih dan Bombai Naik, Kemendag Bebaskan Sementara Izin Impor Keduanya

"Selama ini kami di DPR hampir seluruh anggota Komisi IV sudah berupaya mengkritisi RIPH di Kementan sebagai kementerian teknis,” ujarnya seperti keterangan tertulis yangi diterima Kompas.com, Senin (30/3/2020).

Andi pun menilai, rekomendasi perizinan tersebut perlu dipenuhi agar impor dapat dilaksanakan dengan adanya simulasi yang aman dari segala aspek.

Aspek tersebut seperti perihal keamanan, kesehatan, hingga perlindungan kepada petani yang berhubungan dengan stok dan harga yang beredar di pasaran.

Politisi dari PKS ini pun menyebut di tengah situasi panik terkait pandemi Covid-19, pemerintah tidak boleh seenaknya melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama menjadi lembaran negara.

Baca juga: Mendag Bebaskan Izin Impor Bawang Putih dan Bombai hingga 31 Mei

Gagal swasembada produk hortikultura

Lebih lanjut, Andi juga menyebut kebijakan pembebasan impor dari Kemendag menyepelekan UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Dia mengatakan, bila kebijakan ini dilanjutkan dan menghapuskan RIPH dan SPI, maka upaya untuk mewujudkan swasembada produk hortikultura seperti bawang putih menjadi tidak jelas ke depannya.

"Hilang sudah perlindungan dan pemberdayaan petani untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandiriannya dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik,” katanya.

Andi menyampaikan, bila para produk impor menguasai ketersediaan bawang putih secara bebas masuk, maka kerugikan petani akan terdampak secara luas.

Baca juga: Tanggulangi Kerugian Petani Akibat Faktor Alam, Kementan Galakkan Program AUTP

Sebab, lanjutnya, dari data yang diterimanya per akhir Maret ini, Kementan telah merilis RIPH tahun 2020 sebanyak 450.000 ton bawang putih untuk 107 Importir.

Itu berarti, sekitar 80 persen kebutuhan nasional per tahun sudah tercapai. Tak hanya itu, RIPH bawang bombai sudah terbit 227.000 ton atau dua kali lipat kebutuhan nasional per tahun.

Andi pun menganggap, selama ini Kementan sudah sejalan dengan RIPH bawang putih dan bawang bombai dan melebihi kebutuhan nasional.

Walau begitu, dia juga menilai ada pola komunikasi, koordinasi, dan eksekusi di lapangan tidak baik.

Oleh sebab itu, lanjutnya, kini muncul kebijakan yang seolah pro rakyat tapi dalam jangka menengah akan menghantam rakyat sendiri, terutama di kalangan petani.

Baca juga: Pandemi Corona, Kementan Pastikan Ketersediaan Pangan Terjaga

Untuk itu, dia pun meminta pemerintah tidak pro pengusaha dan importir saja, tetapi juga melihat kebutuhan rakyat di kalangan petani dengan teliti.

“Kami tidak mengetahui dampak besar yang menunggu bila pejabat bermain-main untuk sebuah regulasi. Ujung-ujungnya, masyarakat yang mendapat getah pahitnya," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com