Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Firdaus Putra, HC
Komite Eksekutif ICCI

Ketua Komite Eksekutif Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI), Sekretaris Umum Asosiasi Neo Koperasi Indonesia (ANKI) dan Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED)

Inovasi Demokrasi Reputasional untuk Koperasi

Kompas.com - 06/04/2020, 14:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Misalnya si A transaksi dalam satu tahun senilai empat juta rupiah. Lalu si B hanya satu juta rupiah. Harusnya memiliki bobot suara yang berbeda dalam pengambilan keputusan. Sebab si A, dengan berbagai upayanya telah menunjukkan loyalitas yang tinggi. Si D yang rajin meminjam dan si E yang rajin menabung harus diberikan bobot yang adil bagi keduanya. Dan seterusnya.

Apa yang saya tawarkan bukan lagi sekenario konvensional satu orang satu suara. Sebab variabel orang saja tidak mampu membaca kualitasnya selama menjadi anggota koperasi.

Demokrasi reputasional yang saya maksud adalah sintesa dari jumlah orang (kuantitatif) dan reputasi tiap orang (kualitatif). Misalnya di Friesland Campina di mana jumlah suara dihubungkan dengan kapasitas produksi susunya (Birchall, 2017).

Rumus pembototannya bisa seperti ini: V (vote) = Rx (reputation member) / ∑ Rn (reputation of all member) x 100%, hasilnya adalah bobot suara setiap anggota dalam persentase yang berbeda satu dengan lainnya.

Ilustrasinya si A memiliki 5 persen suara, si B 1 persen, si C 0,5 persen dan si D 1 persen. Pada koperasi yang jumlah anggotanya banyak, maka persentase itu akan terbagi proporsional ke masing-masing anggota sesuai dengan reputasinya selama satu tahun. Dan bobot suara masing-masing anggota tiap tahunnya bisa berubah.

Saat pemungutan suara dilakukan, maka anggota yang bereputasi sangat baik tentu saja memiliki bobot suara lebih besar daripada yang hanya cukup baik. Menurut saya di situlah privilege menjadi anggota koperasi tumbuh. Berbeda dengan praktik konvensional yang melahirkan—apa yang saya sebut dengan—inflasi demokrasi, di mana semua anggota memiliki hak yang sama tanpa melihat partisipasinya.

Karena inflatif, jadilah tak lagi sakral. Anggota tak memiliki kebanggaan yang cukup saat hadiri Rapat Anggota, selain ajang bagi-bagi hadiah atau doorprize semata. Itu seperti demokrasi yang diobral, yang diberikan sekali waktu saat yang bersangkutan tercatat sebagai anggota. Dan tak ada upaya khusus agar bagaimana hak suaranya bisa lebih berkualitas, naik atau turun.

Bisnis dan demokrasi

Inovasi model demokrasi reputasional seperti di atas menurut saya lebih relevan digunakan koperasi yang juga adalah entitas bisnis. Demokrasi langsung satu orang satu suara terbukti tak bisa menjawab masalah free-rider dan isu kompetensi pengambilan keputusan. Demokrasi langsung bahkan bisa melahirkan diktator mayoritas.

Sebaliknya, demokrasi mufakat, bisa dibajak oleh elit-elit organisasi yang memiliki informasi yang cukup atas suatu masalah. Pada gilirannya bisa lahirkan tirani minoritas, atau yang disebut Euricse, salah satu lembaga kajian koperasi di dunia sebagai groupthink problem (Stefancic, 2017).

Baca juga: Kemenkop UKM Selidiki Kasus Gagal Bayar Koperasi Tinara di Banyuwangi

Demokrasi reputasional bekerja dalam dua tegangan kreatif itu. Bagaimana menjawab tantangan partisipasi seluas mungkin anggota dan di sisi lain, bagaimana yang berkumpul adalah anggota yang kompeten. Sehingga di masa depan akan terjadi suatu koperasi beranggotakan 5000 orang. Namun hanya 3000 orang yang bereputasi baik. Mereka lah yang pantas hadir di Rapat Anggota, baik secara langsung maupun perwakilan.

Bila perwakilan, sebutlah 100 delegasi, maka masing-masing delegasi akan mewakili persentase suara yang berbeda dari basis kelompoknya masing-masing.

Apa yang paling menarik dari model demokrasi reputasional ini adalah kemampuannya memadukan antara sisi bisnis dan sisi demokratis koperasi. Dengan model seperti ini, anggota terdorong untuk melakukan partisipasi minimum agar bisa ikut Rapat Anggota. Dan partisipasi optimum sehingga mampu mempengaruhi keputusan sesuai dengan kepentingannya.

Dalam konteks seperti itu, model ini memberikan insentif immaterial yang lebih bagus daripada model konvensional.

Agar masyarakat dapat menyoba model seperti itu dengan nyaman, Pemerintah perlu meregulasinya. Cukup misalnya diatur lebih lanjut tentang Pasal 24 di mana mekanismenya ditentukan masing-masing ke koperasi. Menurut saya Peraturan Menteri Koperasi cukup untuk meregulasi hal seperti itu.

Jadi bila perseroan memiliki logika Vote (V) = Share (S) = Risk (R), maka koperasi logikanya adalah Vote (V) = People (P) = Reputation (R). Sebab di situlah hakikat manusia, seperti kata pepatah kuno, “Harimau mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan reputasi”. Mari berinovasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Rupiah Melemah Tembus Rp 16.200 Per Dollar AS, Apa Dampaknya buat Kita?

Whats New
Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Dollar AS Tembus Rp 16.200, Kemenkeu Antisipasi Bengkaknya Bunga Utang

Whats New
Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Bawaslu Buka 18.557 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Prioritas Kebutuhannya

Whats New
Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Ingin Produksi Padi Meningkat, Kementan Kerahkan 3.700 Unit Pompa Air di Jatim

Whats New
Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemenhub Buka 18.017 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Melalui Pompanisasi, Mentan Amran Targetkan Petani di Lamongan Tanam Padi 3 Kali Setahun

Whats New
Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Konflik Iran-Israel Bisa Picu Lonjakan Inflasi di Indonesia

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Kartu Prakerja Gelombang 66 Resmi Dibuka, Berikut Persyaratannya

Whats New
Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Kemensos Buka 40.839 Formasi CPNS dan PPPK 2024, Ini Rinciannya

Whats New
Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Pemudik Lebaran 2024 Capai 242 Juta Orang, Angka Kecelakaan Turun

Whats New
Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Pasar Sekunder adalah Apa? Ini Pengertian dan Alur Transaksinya

Work Smart
Signifikansi 'Early Adopters' dan Upaya 'Crossing the Chasm' Koperasi Multi Pihak

Signifikansi "Early Adopters" dan Upaya "Crossing the Chasm" Koperasi Multi Pihak

Whats New
Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Rupiah Tertekan Dekati Rp 16.300 Per Dollar AS, BI Terus Intervensi Pasar

Whats New
Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Cara Gadai BPKB Motor di Pegadaian, Syarat, Bunga, dan Angsuran

Earn Smart
Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Harga Minyak Dunia Melonjak 3 Persen, Imbas Serangan Balasan Israel ke Iran

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com